Quantcast
Channel: Emak Mbolang
Viewing all 174 articles
Browse latest View live

Dipaksa Bersabar di Bandara Srinagar

$
0
0
penerbangan ke kashmir dari jakarta

Berada di daerah konflik membuat aturan di bandara super ketat, melewati pemeriksaan berlapis baik di luar maupun didalam bandara

Dari banyak bandara, so far bandara Srinagar adalah bandara yang teribet yang pernah saya lewati. Saya mendengar banyak tentang ketatnya bandara Srinagar sebelumnya. Untuk mengantisipasinya, kami berencana berangkat ke bandara lebih awal.

Malam hari sebelum kepulangan menuju Delhi, saya sudah packing semua baju. Pagi hari, kami masih sempat explore beberapa taman di Srinagar. Lanjut menghabiskan waktu dengan mendayung sampan di danau Dal. Kami menuju bandara empat jam sebelum jadwal keberangkatan. Alhamdulilah, lancar, meski di beberapa titik kami menemui kemacetan.

Seperti halnya dengan bandara lainnya, untuk memasuki bandara semua mobil di cek dengan metal detektor, memastikan tidak ada bahan bahan berbahaya yang kami bawa. Sampai disini kami masih “belum” menemukan keribetan itu. Biasa saja. Seperti bandara lainnya. Bedanya, nampak polisi dan tentara penjaga dengan jumlah yang lumayan banyak. Serasa memasuki camp tentara.

Aman melewati pengecekan metal detektor, di depan saya melihat deretan mobil mulai mengular. Dalam hati saya “Masak iya sih nurunin penumpang dan barang selama ini”. Lumayan lama menunggu mungkin sekitar 20 menit. Dalam masa tunggu, bapak sopir berucap
Mam, you have to came out, carry all your belonging then you enter car again
 “What!!! came out and enter car again?” tanya saya protes. 
Yes mam, this is security post and airport still far”. 
Apa! bandara masih jauh? 

Dengan langkah berat, kami keluar mobil. Membawa keluar semua ransel dan tas. Semua bawaaan harus melewati pemeriksaan X-ray. Dan setiap orang melewati pemeriksaan juga. Makanya antrinya lama banget. Setelah pemeriksaan kami memanggul semua ransel dan tas masuk kedalam mobil lagi. Dan benar kata pak sopir, gedung utama bandara masih jauh, masih sekitar 1 KM.

Setibanya di bandara keberangkatan, seperti halnya bandara lain, sebelum memasuki gedung bandara semua tas melewati X-Ray lagi. Bedanya jalur untuk melewati X-ray disesuikan dengan maskapai yang kami gunakan. Di sini kami berdiri menunggu. Beberapa petugas airline berjalan memberikan name tag untuk semua tas yang kami bawa. Baik tas yang memasuki bagasi maupun yang kami bawa ke dalam kabin.

Karena lamanya prosedur pemeriksaan ini, untuk penumpang dengan keberangkatan lebih awal petugas berteriak memanggil dengan suara lantang “Penerbangan dengan nomer ini menuju kota …, ikuti saya, please. Ya iyalah dengan pemeriksaan seketat ini, siapa saja bisa ketinggalan pesawat. Bayangin saja, untuk pemeriksaan ini saja sudah berjalan lebih dari satu jam, belum check in dan boarding.

Saya sematkan label ke semua tas. Baik yang masuk bagasi maupun dibawa ke kabin. Jangan sampai hilang. Label ini berisi tanggal penerbangan dan nama yang harus kita isi. Dalam pemeriksaan X-Ray, semua alat elektronik harus ditunjukkan kepada petugas. Dan saat itu saya membawa laptop, satu buah tab, satu handphone dan dua kamera (kamera pocket dan DLSR). Saya diminta menyalakan. Setelah melihat, petugas kemudian meminta saya mematikan alat elektronik. Jadi, semua alat elektronik harus on dan off di depan petugas. Lumayan, semakin banyak peralatan elektronik yang dibawa, semakin lama pula pengecekannya.
  
jalan jalan ke kashmir


Lolos security chek, saya menuju counter chek in. Dan ini kesalahan total saya dimulai. Saya membawa dua ransel dan satu tas selempang. Ketika check in, hanya satu ransel besar yang saya masukkan ke bagasi. Dan satu ransel lagi berisi laptop dan beberapa “perkakas” saya bawa kedalam kabin beserta tas selempang.

Setelah chek in seperti halnya ketika kami memasuki wilayah di Kashmir, kami harus mengisi form surat meninggalkan Srinagar. Hal ini berlaku untuk warga negara asing saja. Isinya sama, kami tinggal dimana, ngapain aja dan bobok sama siapa.

Melewati prosedur keamanan di bandara Kashmir, stok sabar saya masih banyak. Tapi, tidak untuk pemeriksaan selanjutnya. Di sini saya emosi. Sampai rasanya pingin ngunyah pesawat.

Menuju tempat boarding, saya harus melewati pemeriksaan lagi. Jadi semua isi tas penumpang yang dibawa ke dalam kabin harus dikeluarkan. Apapun itu harus dikeluarin dan ditunjukkan di depan petugas. Tanpa terkecuali.

Antri lagi. Lama lagi. Di sini dibedakan antar jalur laki laki dan perempuan. Ini yang bikin saya ribet kalau pemeriksaaan berdasarkan jenis kelamin, bukan apa apa sih, otomastis saya harus terpisah dengan anak saya, Najin. Saya minta mereka, setelah melakukan cek padanya, agar mengantar dia kesini lagi. Masih kecil, ilang gimana. Sambil menunggu antrian, mata saya awas menatap pemeriksaan pada Najin.

Stok sabar saya mulai memudar, orang India ntah mengapa susah banget diajak untuk antri dengan baik. Main serobot dan asal tenggor saja. Dalam masa antri lama seperti ini, ntah sudah berapa kali ibu ibu India nyerobot dengan berbagai alasan, dengan penjelasan gedekan kepala yang sungguh males saya menanggapinya. Ada juga yang tanpa dosa, tiba tiba nikung. Ada yang eker ekeran dengan petugas. Mbohlah karepmu.

Dalam pemeriksaan ini, ada semacam tirai setinggi orang dewasa. Dengan berat hati saya keluarkan baju baju kumal dan bau itu. Termasuk bra dan Gstring victoria secret. Gerundel lagi dalam hati, terus tadi malam ngapain juga packing rapi banget, toh di sini disuruh bongkar. Duh! tahu gitu semua ransel saya masukkan kedalam bagasi, jadi nggak usah ngeluarin banyak “perkakas” kayak gini.

Parahnya…di sini saya harus menyalakan semua alat elektronik lagi. Alamak, bergantian laptop, tab, handphone dan kamera On kemudian Off. Setelah itu petugas memberi stempel di name tag tas kemudian memberi tanda tangan centreng yang berarti “aman”. Sebagai tanda saya bukan orang yang membahayakan.

Saya pikir segala drama sudah selesai. Terbayang diri ini duduk manis di ruang tunggu. Makan. Minum. Cari cari souvernir sekalian curi curi pandang ke cowok Kashmir yang cakepnnya nauzhubillah. Tapi semua angan dipudarkan dengan sebuah tanya 
Do you have check in baggage?” 
“Yes, I have“ 
"Please, follow we have to do another checking”

Ya Allah, apalagi!

Semua penumpang yang memiliki chek in bagasi harus keluar ruangan lagi. Iya, kamu nggak salah baca, KELUAR dari ruang bandara. Lebih tepatnya menuju ke pinggir apron. Nampak deretan ransel, koper, tas dan box disana. Juga barisan penumpang. Antri lagi, petugas kemudian meminta saya untuk menunjukkan yang mana ransel saya. Setelah menunjukkan ransel petugas kemudian memberi tanda “OK” dalam label tas. Dah gitu saja. Kemudian diminta memasuki ruang bandara lagi. Aku rapopo.

Nggak nyalahkan juga sih ya, mengapa mereka memperlakukan keamanan super ketat dan berlapis seperti ini. Kashmir daerah konflik. Sering ada pengeboman. Jadi ya …. harap maklum dan sabar.

Memasuki ruang tunggu, saya bersyukur lega. Nggak ada lagi drama cheking yang rumit dan panjang seperti halnya sinetron India. Tercium aroma makanan mengggoda lidah. Angan saya terpenuhi. Menikmati makan. Minum. Sebagai obat pereda emosi, mata saya menatap liar ke arah cowok cowok Khasmir yang cakepnya bikin hati adem kembali.

backpacking kashmir

Tips Aman melewati bandara Srinagar Kashmir tanpa banyak drama :
  • Usahakan masukkan semua barang ke bagasai, kecuali barang berharga dan alat elektronik saja
  • Sediakan waktu yang lebih, paling tidak 4 jam untuk menuju bandara. Selain antisipasi macet dan seperti yang anda baca, harus melewati pemeriksaan yang ketat dan panjang.
  • Jangan bawa banyak alat elektronik. Karena seluruh peralatan elektronik disuruh menyalakan kemudian mematikan lagi. Termasuk jika anda memiliki bulpen dengan baterei, senter atau apapun. Bawa seperlunya saja.
  • Jangan mengambil foto area bandara. khusunya bagian luar luar dan security check. bisa bisa petugas datang dan interogasi.
  • Santai saja dan nikmati ribet dan panjangnya pemeriksaan di bandara, kapan lagi bisa “menikmati” pemeriksaan seperti ini. Sekaligus bersyukur kita tinggal di negeri yang damai.

Tips Travel To Nepal With Kid : Visa and Preparation

$
0
0


Perjalanan ke Nepal semula niatnya solo travelling. Ketika Najin tahu bahwa Nepal adalah negara dimana Everest, gunung tertinggi di dunia bersemayan, dia pingin ikut. Alhamdulilah, rezeki, saya akhirnya bisa membeli tiket untuknya. Kami berangkat bertiga lagi, mbak Andri teman seperjalanan di Kashmir sukses saya racunin untuk ikut travelling ke Nepal. 

Perjalanan menuju Nepal ini hanya berselang sehari setelah trip KashmirSebenarnya ada rasa khawatir membawa dia Ke Nepal, pertama karena di hari terakhir di Kashmir badannya sedikit demam.Kepikiran untuk cancel perjalanan. Alhamdulilah, sampai Delhi, badannya udah baikan.

Kekhawatiran kedua, apalagi lagi kalau bukan tentang drug, dan cerita cerita lainnya yang nggak seharusnya didengar, dsb. Nah, untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan, saya mengatur berbagai persiapan sebagai berikut

Travel safe to nepal



1. Obat Obatan dan Vitamin.

Seperti saya utarakan sebelumnya, Najin badanya sempat hangat. Untung saja sesampainya di Delhi badannya bugar kembali. Untuk mengantisipasi selama perjalanan ke Nepal saya membawa obat obatan untuknya. Termasuk obat alergi dia. Seperti inhaler untuk pelega pernafasan. Ini seperti inhaler penyakit asma. Jadi, Najin ini ada alergi udara dingin dan juga debu. Karena hal tersebut biasanya dia meler plus batuk batuk hal ini membuat pernafasannya menyempit. Kadang disertai badan panas. Jadi harus extra hati hati.

Saya juga membawa obat obatan umum yang biasa saya bawa saat travelling. Seperti obat penurun panas, sakit perut, flu. Minyak esensial (minyak kayu putih datau sejenisnya) dan antibiotik. Untuk obat obatan ini saya biasanya dapat dari dokter pribadinya. Selain untuk dia, saya juga membawa untuk diri saya sendiri.
  
Untuk menjaga stamina agar tubuh tetap sehat selama perjalanan saya membawa Vitamin C. Dan tak lupa Antangin. Untuk ini saya titip mbak Andri, bawa dari Indonesia.


2. Sweater dan jaket

Kami datang ke Nepal awal musim semi. Tentu saja Nepal masih dingin. Untuk mengatasi hawa dingin, selain sweater, juga persiapkan Winter jacket, lengkap dengan kupluk kepala dan sarung tangan.

Meski tidak musim dingin, saya sarankan tetap membawa keduanya, karena Nepal dikepung pegunungan, hawa dingin kerap menyergap negara ini.

Untuk negara dingin, memang kita nggak perlu banyak ganti pakaian, cukup ganti pakaian dalam setiap hari. Baju luarnya bisa ganti 2 hari sekali.

3. Masker Wajah

Sama dengan India, Nepal negara dengan tekstur tanah berdebu. Bawa masker. Apalagi kalau salah satu memiliki Alergi debu. Alhamdulilah sampai di Nepal kami tidak menggunakannya, Najin malah fine finesaja. Lebih asyik menikmati udara yang segar tak terlalu berpolusi.

4. Sepatu nyaman buat jalan
Saya tidak membawa sepatu atau sandal gunung. Saya lebih suka menggunakan sepatu olah raga, baik buat Najin dan saya. Toh dalam perjalanan ini kami memang tidak ada rencana untuk trekking. Gunakan sepatu yang nyaman buat banyak jalan kaki. Nepal memiliki sederet kota tua nan luas. Paling enak gitu nyasar nyasar jalan kaki selusuri kota tua.


5. Booked hotel

Kalau solo travelling, saya bakal pilih go show. Karena saya bersama anak, booking hotel sebelumnya menjadi pilihan yang tepat. Sekalian minta  dijemput di airport.

6. Itineray

Bikin Itinerary semenyenangkan mungkin. Nggak ngoyo ngejar destinasi. Sama dengan saya, Najin ini lebih suka wisata alam. Nah, karena Nepal memiliki banyak kota tua bersejara yang sayang untuk dilewati, saya bikin itineray seimbang antara wisata alam dan kota tua. Dalam artian, setelah seharian jelajah kota tua, besoknya wisata alam.


7. Gadget
Ini nih untuk menghilangkan kebosanan. Kadang perjalanan darat butuh waktu lama, biar dia nggak booring saya bawa tab buat dia. Sekedar lihat youtube atau bermain game.

Perjalanan paling lama adalah ketika dari Phokara ke Kathmandu. Harusnya 8 jam. Tapi karena ada kemacetan di tengah liukan gunung. Ada kecelakaan juga. Jadi perjalanan yang seharusnya memakan waktu 8 jam, molor jadi hingga 12 jam. Pagi hingga sore kami habiskan dalam bus. Jadi untuk menghilangkan kebosanan, selain buku, bawa juga gadget untuknya.

8. Go Simple
Saya bawa 2 ransel berukuran 25 L dan satu tas slempang. Satu tas untuk pakaian Najin dan satu ransel untuk laptop dan keperluan saya. Tas slempang untuk membawa dokumen penting seperti passport juga dompet. Lebih simple lebih baik sih. Apalagi kalau kota yang kita tuju banyak. Nggak rempong. Lebih mudah bergerak.
   
Persiapan sudah. Semua barang dalam check list sudah masuk dalam ransel. Alhamdulilah, perjalanan menuju airport lancar.

Kami sempat lama ketika check in di bandara Indira Gandhi international, karena kami tidak memiliki visa ke Nepal. Saya bilang kepada petugas bagian check in bahwa warga negara Indonesia memiliki fasilitas VOA (Visa On Arrival) Nepal. Setelah si mbak mengkonfirmasi ke atasannya atau apalah. Kami lolos check in.

Melewati Imigrasi India, no problem. Bapak Imigrasi check Visa izin tinggal India kami, karena kami berdua bakalan balik lagi ke Delhi sedangkan mbak Andri langsung balik ke Indonesia. Lolos, tanpa masalah atau pertanyaan.

Jalan jalan ke Nepal


Road from India to Nepal


Penerbangan dari Delhi menuju Kathmandu lancar. Dari ketinggian pesawat menatap atap dunia dari atas memang sesuatu. Barisan gunung berselimut salju, tak beraturan tapi terlihat berharmoni. Membentang tak berbatas. Begitu luasnya tidak tahu mana kedua ujungnya. Membuat mata ini enggan memejamkan mata atau beralih pandang. Epic pemandangan. Saya kasih windows seatbuat Najin agar dia puas melihat rantai pegunungan Himalaya.

Dua jam berlalu, roda pesawat mendarat di negeri seribu dewa. Nggak terlalu wah airport Nepal. Tidak ada bangunan megah dengan segala fasilitasnya. Sederhana saja.

Saya gegas mengurus visa, karena saya berangkat tahun 2016 saya tidak tahu jika memang ada perubahan. Lama amat nulisnya? Iya baru sempat sekarang. Hehehe

Berikut step by step  Visa On Arrival Nepal

1. Foto pas wajah.

Ini sebenarnya bukan hanya untuk visa saja sih. Setiap kali perjalanan ke luar negeri atau kemanapun, saya selalu membawa pas foto wajah dengan berbagai ukuran formal. 4x6 sampai ukuran 3x4. Karena foto ini fungsinya banyak, nggak hanya untuk visa. Waktu di Nepal, foto ini berfungsi untuk izin mengunjungi kota tua beberapa hari. Jadi ada semacam form gitu dengan pass foto wajah. Waktu di Dharamsala, foto ini saya gunakan untuk pengisian form untuk bertemu dengan Dalai Lama

2. Sampai di airport, ada tempat pengambilan form, isi form secara manual. Jangan lupa bawa ballpoint. Setelah mengisi semua pertanyaan dalam form, kemudian

travel to nepal with kids


3. Datang ke counter untuk pengajuan visa. Nah, saat ini yang terbaru, kita harus mengisi ke mesin elektronik dan mengisi beberapa pertanyaan. Untuk lengkapnya bisa baca cara mengurus visa Nepal tahun 2019 di blognya Arif.
    

4. Setelah itu, kita mendapatkan form pembayaran Siapkan uang dalam bentuk dollar, jangan bentuk Rupiah. Sebenarnya tidak hanya Dollar USD, ada beberapa mata uang yang diterima untuk pembayaran. Nah, karena saya hanya tinggal selama 9 hari saja di Nepal, saya bayar 25 Dollar, Visa ini berlaku selama 15 hari.

mengurus visa ke Nepal


5. Menuju visa counter dengan membawa semua form dan juga bukti pembayaran. 
Untuk Najin yang yang belum berusia 15 tahun, Free. karena saya datang bersama anak, ada line atau counter khusus, jadi nggak pakai antri lama. Simple kan ngurus visanya, juga nggak ditanyai macam macam. Tinggal isi form. Bayar. Stamp.

Menanti ransel keluar dari conveyor itu seperti dalam pasar. Rame dan nggak teratur. Hal ini dikarenakan tempat mengambil bagasi tidak terlalu besar, jadi orang berkerumun  menunggu tas. Ditambah lagi porter disitu. 

Waspada!. Mata saya awas mengamati tas sekaligus mengawasi Najin. Takutnya dia main main. Terus kemana gitu kan berabe di negeri asing diantara kemriyek orang dia ilang.

Sebelum keluar airport, ada salah satu counter menjual SIM card. Saya biasanya tidak langsung beli SIM card, santai saja. Kalau sudah sampai dihotel baru saya akan beli. Karena saya bersama anak, dan harus kasih informasi ke bapaknya. Jadilah saya membeli SIM card, harganya juga tidak terlalu mahal.



Untuk membeli SIM card Nepal mudah saja, tinggal tunjukkan passport saja. Nanti si mbak atau mas penjaga counter mengurus semua. Nomer langsung aktif. Internet sudah bisa langsung digunakan. Alhamdulilah, semua lancar perjalanan dari India ke Nepal.

Diantara kerumunan orang menunggu di luar airport, seorang dengan wajah super manis mirip aktor Bollywood membawa sebuah kertas bertulis “Mrs. Attini Zulfayah”.

Welcome to Nepal!



5 Hotel Di Bandung Untuk Pebisnis Dekat Dengan Bandara

$
0
0
Tak hanya dekat bandara, 5 rekomendasi hotel di Bandung untuk pebisnis ini menyediakan fasilitas lengkap dan nyaman demi kelancaran pertemuan bisnis 

hotel di bandung untuk pebisnis dekat bandara
foro credit by Tripadvidor

Liburan natal dan tahun baru sudah didepan mata, sudahkah kamu menentukan pilihan destinasi liburan? atau kamu masih memiliki perjalanan bisnis di akhir tahun?  

Nah, jika tahun baru kamu berencana liburan ke Bandung atau hanya menginap satu malam untuk keperluan bisnis, di Bandung tersedia banyak hotel yang berada di dekat bandara. Mulai dari hotel bintang 1 hingga hotel bintang 5 sesuai dengan budget yang kamu miliki. Tak perlu khawatir akan kenyamanan, hotel di Bandung dekat bandara ini juga memberikan fasilitas yang sangat lengkap dengan pelayanan sangat profesiona. Dan yang terpenting, kemudahan akses untuk kamu yang ingin menuju ke Bandara.

Berikut Rekomendasi hotel di Bandung untuk pebisnis dekat dengan bandara


1. Bandung Indah Hotel
Hotel di Bandung ini berada di lokasi yang benar – benar sangat strategis.  Berada di kawasan bisnis dan juga pusat perbelanjaan. Bandung Indah Hotel berjarak sekitar 0.6 km dari bandara. Dari pusat kota Bandung berjarak hanya 3 km. Ada banyak sekali lokasi menarik yang bisa anda kunjungi dengan jarak yang sangat dekat beberapa diantaranya adalah Bandung Trade Centre, Istana Plaza, Cupu Manik Puppet dan masih banyak lainnya. 

Selain dekat dengan bandara, Bandung Indah Hotel juga memberikan pelayanan yang sangat baik dengan fasilitas yang terbaik misalnya dengan layanan resepsionis selama 24 jam, ada fasilitas kamar untuk keluarga, tersedia tempat parkir, restoran dengan deretan menu yang menggiurkan dan masih banyak lainnya. Sebenarnya ini adalah salah satu lokasi hotel paling baik dan paling ideal untuk anda yang sedang melakukan perjalanan bisnis di Bandung. 

2. Hotel Victory Bandung
Ini adalah salah satu hotel di Bandung yang lokasinya berada sangat strategis karena berada tepat di jantung kota Bandung. Dari Bandara lokasinya hanya sekitar 5 menit dengan kendaraaan. Selain itu, ada banyak sekali tempat menarik dan unik yang bisa kamu kunjungi dengan sangat mudah dari hotel ini. Beberapa diantaranya adalah Istana Plaza, Cupu Manik Puppet, Mandarin Restauran dan masih banyak lainnya.

Hotel Victoria bandung ini memiliki sekitar 40 kamar dengan fasilitas nyaman dan terbaik setelah seharian meeting bisnis atau wisata belanja. Dan yang terpenting adalah tersedia juga wifi gratis yang ada di semua area. Untuk para pebisnis, hotel Victoria bandung menyediakan layanan antar jemput bandara. Hal ini akan mempermudah dan sangat membantu selama perjalanan bisnis di Bandung. 

3. Hotel Vio Pasteur Bandung
Lokasinya berada sekitar 20 menit dari Bandara, hotel di Bandung memoliki kelebihan, salah satunya adalah dengan menyediakan fasilitas layanan kamar selama 24 jam, full parkir valet hingga café. Dan untuk kamu yang memang ke Bandung karena urusan bisnis Hotel Vio pasteur Bandung memberikan layanan gratis antar jemput ke Bandara.

Setiap kamar dari Hotel denat bandara Bandung ini memberikan fasilitas yang sangat nyaman demi kelancaran bisnia, mulai dari Wifi di kamar, kamar mandi yang bersih dan juga mineral water. Setiap kamar dilengkapi dengan telepon, TV LED dan lemari. Jika kamu terlalu sibuk, tersedia juga layanan sarapan di ruang makan yang disediakan. Hotel ini sebenarnya bukan sangat disarankan untuk mereka para pebisnis namun juga untuk mereka yang ingin menyempatkan waktu liburan di beberapa tempat ikonik di Bandung. Misalnya adalah jalan Braga, Dago hingga Sumurbandung. 

4. Ten House Bandung
Ini adalah salah hotel di Bandung yang sangat mudah kamu jangkau, dari Hotel ke Bandara hanya menghabiskan waktu sekitar 11 menit saja. Selain memang dekat dengan bandara, Hotel The House Bandung  juga berada di lokasi yang sangat strategis dan sangat mudah untuk anda akses di beberapa tempat, dan yang sangat penting dan juga objek wisata ikonik yang ada di Bandung. Setelah pertemuan bisnis, kamu bisa sekalian jalan jalan menikmati udara sejuk kota bandung.

Ten House Bandung memiliki sekitar 20 kamar tidur dengan memiliki fasilitas memuaskan dengan pelayanan yang sangat profesional. Setiap kamar di Hotel dekat bandara bandung ini dilengkapi dengan banyak fasilitas yang tentu saja akan sangat membuat para tamunya menjadi benar – benar sangat nyaman. Untuk anda para pebisnis di tawarkan layanan antar jemput bandara yang akan benar – benar sangat membantu anda. 

5. Aston Primera Pasteur Hotel
Aston primera pasteur Hotel adalah salah satu hotel terbaik di Bandung ndekat dengan Bandara. Hotel di Bandung ini hanya berjarak 1 Km dari Bandara, jika menggunakan kendaraan hanya menempuh jarak 10 menit saja.

Ada banyak sekali tempat penting dan sangat popular yang bisa kamu tempuh dengan jarak yang sangat dekat dari hotel ini. Fasilitas hotel diberikan juga sangat istimewa juga berkualitas sangat tinggi. Setidaknya ada 204 kamar dengan fasilitas lengkap, Mulai Wifi, TV dan fasilitas lain yang tentunya memberikan kenyamanan selama pertemuan bisnis di Bandung. Salah satunya adalah tersedianyaa fasilitas ruangan pertemuan yang bisa dijadikan tempat anda berdiskusi. 

Untuk kamu yang melakukan perjalanan bisnis ke Bandung atau liburan merayakan tahun baru di Bandung, semoga lancar perjalanan bisnisnya dan sukses selalu menaungi .


10 Destinasi Wisata Menarik Untuk Dikunjungi Setelah Pandemi COVID-19 Berakhir Versi EmakMbolang

$
0
0

Saya lingkari satu persatu angka merah di Kalender 2020 dengan senyum mengembang. Deretan libur nasional jatuh mendekati akhir pekan. Yes, bakalan banyak Long weekend. Bagi pekerja kantoran yang hobi travelling seperti saya, hari libur berdekatan dengan akhir pekan berarti waktunya pengajuan cuti. Berhenti sejenak dari aktifitas harian untuk melarikan diri dalam hutan, gunung, pantai, air terjun atau sekedar jalan santai menyusuri kota.

Kegembiraan menyambut hari libur tahun 2020 seolah menenggelamkan tahun kelam sebelumnya. Sepanjang tahun 2019 banyak tanggal merah justru jatuh pada waktu weekend. Tak banyak rencana liburan. Hanya beberapa destinasi wisata dalam negeri yang saya kunjungi. Keluar negeri? hanya ke Kuala lumpur dan Malaka.

Melupakan yang telah berlalu, tangan terbuka membentangkan optimisme mengisi resolusi tahun 2020. Tak hanya di isi bejibun jadwal liburan tapi juga janji dalam diri untuk kembali aktif menulis kisah perjalanan di media cetak. Memeriahkan kembali blog dengan cerita konyol sekaligus menegangkan yang selalu dinantikan pembaca.

Semesta merestui, mentari di awal tahun 2020 menyambut dengan berita gembira. Salah satu artikel jalan jalan tayang di Koran Jawa Pos. Memberikan kobaran semangat untuk kembali menyulam kata mendendangkan cerita perjalanan.

tips menulis jalan jalan
Tulisan jalan jalan tayang di Jawa pos

Bersamaan dengan Injeksi optimisme dalam diri, tragedi terjadi di kota Wuhan, Cina. Virus Corona atau COVID-19 yang menyerang organ pernafasan hingga menyebabkan kematian menular begitu cepatnya. Lockdown diberlakukan untuk menghentikan penyebaran virus.

Berpikir positif, saat itu saya berharap dan melangitkan doa agar wabah di Wuhan terkontrol dengan baik. Tak sampai menyebar ke negara lain. Tapi takdir mengatakan sebaliknya, dalam hitungan minggu, virus menyebar ke berbagai propinsi di Cina. Menyusul beberapa negara di Asia termasuk Singapura dan Malaysia. Indonesia di bulan berikutnya.

Menyusul Wuhan, sebagian besar negara di dunia menerapkan lockdown, termasuk Indonesia dengan penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Hal ini berimbas dengan pemberhentian maskapai penerbangan dari dan ke luar negeri. Kekhawatiran mulai menjamah. Rencana wisata baik dalam maupun luar negeri yang sudah terencana kini terancam gagal.

Meski rasa kecewa menyapa, saya bersyukur diberikan kesehatan dan masih bisa bekerja ketika jutaan penduduk di dunia kehilangan pekerjaan imbas dari lockdown. Saya tetap optimis, perjalanan yang telah saya rencanakan hanyalah tentang pergeseran waktu. Menunggu hingga pandemi berakhir.

Agar nyala optimisme tetap terang, saya menulis kembali rencana dan juga impian perjalanan once in a lifetimeBerikut 10 destinasi wisata menarik untuk dikunjungi setelah pandemi COVID-19 berakhir :


1. Rusia

Salah satu dream destination saya adalah Trans-Siberia. Perjalanan kereta terpanjang di dunia dari Moscow hingga Vladivostok di Rusia. Terbentang sepanjang 9.289 KM.

Untuk menggapai semua impian, tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Paling tidak saya harus mengalokasikan waktu satu bulan berada di negeri berjuluk beruang merah. Dengan jumlah cuti yang ada, saya tahu perusahaan tempat bekerja tidak mungkin memberikan izin selama itu.

Kemungkinan terbesar untuk menggapai impian tersebut saya harus berhenti menjadi pekerja kantoran. Memulai usaha sendiri. Dan untuk saat ini, kemungkinan itu masih belum terjangkau oleh tangan saya.

Saya percaya Tuhan Maha Mendengar. Dengan kemauan yang kuat bersamaan usaha yang giat saya bisa menggapai impian. Setiap tahun, perjalanan jelajahi Rusia dengan Trans-Siberia terjadwal manis di awal bulan Januari.

moscow metro Train
Photo Credit : Pixabay


2. India

Memasuki bulan Maret adalah waktu yang tepat megunjungi rumah kedua saya, India. Negara yang pernah saya tinggali bertahun lamanya itu menawarkan hawa sejuk di musim semi. Hamparan kemuning bunga canola, mekarnya bunga tulip di Kashmir, aroma udara yang segar dan sederet festival yang menggetarkan jiwa.

Selain berwisata, tentu saja agenda utama ke India mengunjungi keluarga besar disana. Berkumpul bersama sambil menikmati lezatnya kuliner India kaya rempah. Semua, pastilah menjadi perjalanan manis penuh kenangan bagi saya.

Kashmir india


3. Jakarta Dan Palembang

Memasuki bulan Mei, saat liburan Hari Raya Idul Fitri sebenarnya saya ingin mengajak ibu berlebaran ke rumah dinas kakak di Palembang. Biasanya hampir setiap tahun kakak kakak saya yang tinggal di luar pulau yang berkunjung ke rumah Ibu. Kebetulan saat ini saya tinggal bersama Ibu. Jadi bisa dipastikan ketika lebaran tiba, kami tidak kemana kemana. Jika saja pandemi COVID-19 tidak terlahir di muka bumi, pastilah tahun ini menjadi pamungkas bagi ibu untuk bisa berlebaran di luar pulau Jawa.

Tidak hanya keinginan untuk menikmati suasana lebaran di pulau lain khususnya Sumatera, saya juga ingin mengajak ibu jalan jalan. Rencana saya sederhana saja, menikmati perjalanan darat dari Surabaya menuju Jakarta dengan kereta api. Di Jakarta kami bisa jalan jalan jelajah kota dengan leluasa. Karena mendekati hari raya Jakarta bakalan sepi. Banyak yang mudik. Ibu bisa menikmati Jakarta tanpa menghadapi kemacetan yang melelahkan. Kemudian lanjut terbang ke Palembang.

Selama beberapa hari kami akan mengunjungi tempat bersejarah di Jakarta. Malam hari kami ingin bersantai dan bercengkrama di hotel budget. Nggak harus mewah. Yang penting nyaman, aman, bersih dan fasilitasnya juga lengkap. Emang ada? tentu saja ada, Esmeralda.

Nih, ya, saya ceritakan pengalaman pribadi ketika menginap di salah satu hotel di Surabaya. Waktu itu kerjaan lagi numpuk di kantor sementara di luar hujan deras. Tahu sendiri kan gimana kawasan Mayjend Sungkono Surabaya, pusatnya macet ketika jam pulang kerja. Ditambah lagi hujan deras. Alamak, macet parah! udah nggak ada energi buat pulang ke rumah di Gresik yang jaraknya lumayan.

Saya putuskan untuk bermalam di hotel murah di Surabayadekat kantor. Menunggu hujan mereda saya buka aplikasi RedDoorz untuk mencari hotel budget yang nyaman. RedDoorz sendiri adalah sebuah Platform manajemen dan pemesanan hotel tersebar dan tercepat se Asia Tenggara. Bekerjasama dengan lebih dari 1000 properti di seluruh Asia tenggara. Di Indonesia sendiri RedDoorz hadir di lebih dari 100 kota.

Aplikasi hotel redDoorz
Booking hotel dengan aplikasi RedDoorz

Nah, untuk mencari hotel terdekat mudah saja, tinggal buka website atau aplikasi RedDoorz. Terus pilih search RedDoorz near me dan taraaa … list hotel budget terdekat ada di pelupuk mata.

hotel murah di surabaya
Hasil pencarian hotel dekat kantor


Sudah lihat daftar hotel pilihan RedDaoorz, murah kan? tinggal pilih hotel sesuai kata hati. Book dan bayar. Meski murah tapi fasilitas kamar yang ditawarkan cukup lengkap. RedDoorz memiliki strandart di setiap kamar hotel yang ditawarkan, seperti free wifi, air mineral, TV, toiletries dan sprei yang bersih. Bahkan hotel yang saya pilih di kamar mandinya ada bathtub . Lumayan buat mandi santai sambil luluran.




  

4. Bali

Bali memang memiliki daya tarik tersendiri. Pantai, gunung, air terjun, hutan, sungai, sawah berbalut adat dan budaya yang terjaga dengan cantiknya. Semua seolah berkolaborasi dengan seluruh alam semesta untuk membuat siapa saja betah tinggal pulau Dewata.

Entah sudah berapa kali saya berkunjung ke pulau Bali. Rasa bosan tak pernah hinggap. Bahkan saya memiliki rencana untuk bisa tinggal di sana suatu saat nanti.

Rencana itu saya mulai dengan langkah kecil membuka usaha. Bukan hanya satu atau dua bahkan lebih untuk mencoba peluang usaha. Mulai membuka restoran, kerajinan hingga tawaran dari teman untuk merancang sebuah travel agen. Tapi belum ada satupun yang terjalani dengan rapi. Jika bukan sekarang, saya berharap suatu saat nanti. Itulah yang membuat saya selalu ingin kembali ke Bali. Lagi dan lagi.
 
destinasi wisata menarik setelah pandemi COVID-19 berakhir
photo credit : Pixabay

5. Nusa Tenggara Timur

Birunya danau Kalimutu, rantai perbukitan menguning sambung menyambung tak berujung, kuda liar berlarian diatas sabana luas, serta senyuman masyarakatnya selalu menjadi imaginasi indahnya Nusa Tenggara Timur.

Impian saya, overland touring Nusa tenggara Timur dengan menggunakan motor. Merasakan segarnya udara menampar wajah. Tertawa meringis melewati jalanan berbatu. Berhenti, menanyakan arah jalan dan berakhir dengan perbincangan hangat dirumah salah satu penduduk. Ya Tuhan, menuliskan impian yang satu ini menghadirkan rintik di pelupuk mata.

destinasi wisata setelah pandemi berakhir


6. Turki

Wisata religi ke tanah para Sufi. Mungkin seperti itulah garis besar kisah yang akan saya tulis jika kelak bisa mengunjungi Turki. Negara unik yang terletak di dua benua, Asia dan Eropa ini memiliki segudang warisan perkembangan peradaban Islam di dunia. Ingin mengunjungi masjid, istana kesultanan dan juga makam para Sufi.

Duduk santai menikmati teh hangat di tepian selat Basparos. Menatap keindahan arsitektur Blue mossque dan Hagia sophia. Menyantap aneka kebab hingga naik balon udara di Cappadocia. Turki dengan segala daya tariknya, InsyaAllah menjadi destinasi luar negeri pertama yang akan saya kunjungi ketika pandemi berakhir.

Turki
phot credit : Pixabay


7. Pakistan

Hunza, Gilgit dan Kashmir, destinasi paling extrem yang bakalan menguji jiwa petualang dalam diri. Perjalanan melewati pegunungan dingin yang menggertakkan tulang justru menjadi tantangan yang ingin saya lalui. Perjalanan darat dengan kondisi jalan yang hancur, jurang menganga, gunung, gurun, kerasnya medan seolah menjadi candu penyemangat untuk tetap menjaga tubuh selalu bugar.

Apalagi saat ini kesempatan mengunjungi Pakistan semakin terbuka lebar dengan kemudahan mengurus visa turis. Banyak juga wisatawan yang berkunjung membagikan cerita betapa ramah dan baiknya penduduk Pakistan. Terasa semakin dekat impian menjejakkan kaki di Pakistan.

photo credit : Pixabay


8. Mongolia


Setelah menikmati perjalanan panjang Trans-Siberia, dari Moscow ke Vladivostok, Rusia saya ingin melanjutkan perjalanan hingga Mongolia. Sebagai pecinta perjalanan dengan kereta api, tentu saya ingin menjajal Trans-Mongolian railway. Menghubungkan Rusia dengan Cina. Menggunakan jalur kuno yang cukup terkenal di masanya. Melewati gurun Gobi yang merupakan padang terbesar di Asia tentu akan menjadi once a lifetime journey yang tak terlupakan.

Dengan luas wilayah yang hampir sama dengan Alaska, Mongolia memiliki keindahan alam yang luar biasa berbalut kebudayaan yang kental. Menunggang kuda di padang sabana. Kehidupan nomaden dalam tenda yurt. Desir angin dalam dekapan alam yang dingin sambil nyeruput teh susu khas Mongolia.

mongolia
photo credit : Pixabay


9. Norwegia

Hal yang jamak jika ke Eropa untuk melihat kota yang tertata cantik, berfoto di menara eiffel, duduk santai di atas gondola di Italia atau menyusuri bangunan cantik di kota Praha. Tapi berbeda dengan saya. Sebagai pecinta wisata alam, destinasi alam seperti air terjun, danau, sungai, gunung dan taman nasional masuk dalam bucket list nomer wahid.

Dan salah satu negara di Eropa termasyur dengan pemandangan alam liar nan epik adalah Norwegia. Bentang alam negara yang berada di Eropa Utara ini tersaji bak negeri dongeng. Ingin sekali roadtrip jelajahi Lofoten island, Trolltunga, Kjergbolten, Lovatnet lake, mengunjungi beberapa taman nasional hingga menatap gemerlap langit Northen light.

rekomendasi wisata setelah pandemi Covid-19 berakhir
Photo Credit : Pixabay


10. Naik Haji ke Baitullah


Sebagi seorang muslim, tertancap keinginan yang dalam untuk bisa menunaikan 5 rukun Islam. Hingga kini ada satu rukun yang belum terlaksana, Ibadah haji ke Baitullah. Rukun Islam yang ke-5 selain membutuhkan kemampuan finansial, juga membutuhkan satu hal besar yang itu diluar kendali kita sebagai manusia. Ya, Ibadah haji terjadi atas izin Allah.

Sebagai hamba, tentu saja saya berusaha semaksimal mungkin dengan menabung. Memantaskan diri menjadi lebih baik. Menggantungkan harapan kepada Allah SWT serta melangitkan Doa. Kapan berangkat ke Baitullah? hanya Allah Yang Maha Tahu.

Mekah
Photo credit : Pixabay


Di saat pandemi seperti saat ini, saya benar benar menyadari bahwa segala aspek perjalanan hidup berjalan atas kehendak Nya. Sebuah rencana matang dan nampak di depan mata akan mengikuti pergeseran waktu atau bahkan tidak terlaksana, itu semua ada campur tangan yang Maha mengetahui.

Sebagai manusia kita hanya diminta berusaha dan berdoa. Selebihnya serahkan pada pemilik hidup. Sungguh, menuliskan semua perjalanan impian ini hati terasa lepas, lega, menjadi pengobat rindu sekaligus penyemangat di saat berada #dirumahaja.

Semoga Pandemi COVID-19 segera berakhir. Aamin.

Wajah Kathmandu

$
0
0


backpacking ke Nepal

Ketika roda kendaraan meninggalkan bandara seketika itu pula diri ini terseret memasuki masa lampau, menawarkan romansa jadul yang menghangatkan jiwa


Tangan menggandeng erat Najin. Diikuti mbak Andri di belakang kami. Berjalan menuju pintu keluar bandara. Mata menebar pandang, menatap sekeliling luar Tribhuvan International airport. Kerumuman menyapa. Teriakan menawarkan taksi dan juga hotel terdengar riuh.

Di antara kerumuman, sesosok lelaki melambaikan tangan dan tersenyum manis. Berwajah mongolid, putih pink berpakaian rapi sambil menunjukkan sebuah kertas tercetak manis nama lengkap saya. Ya, sebelumnya saya telah booked hotel sekaligus meminta dijemput di bandara. Saya tersenyum balik dan berjalan santai menuju padanya.

“Welcome to Nepal” ucapnya. Kami berkenalan. Dia mengatakan mengenali kami secara langsung dari Indonesia karena kerudung yang saya kenakan. “Thank you” ucap saya menimpali. Sambil mengobrol, kami berjalan menuju tempat parkir bandara.

Sebuah mobil van putih menunggu disana. Pintu mobil terbuka dan “Hai, welcome to Nepal” Sapa seorang berwajah manis dari dalam mobil. Hitam manis, hidung mancung, ada belahan di dagunya, bermata coklat dan rambut hitam tebal. Nggak nyangka bakalan dapat sopir secakep ini.

Keduanya, staff hotel dan sopir menjadi gambaran wajah sebagian besar penduduk Nepal. Ada yang berparas etnis mongolid. Dan ada juga yang berwajah India. Banyak pula yang berwajah kombinasi keduanya. Keragaman yang menunjukkan letak Nepal yang berada di Indiadan Tibet.

Sopir manis mengenalkan namanya dan saya mengenalkan dengan nama panggilan “I am, Zulfa”. Najin menyambar dengan secepat kilat  “Hai, this is My beautiful motta Ammy”. Kalau di bahasa Indonesia seperti ini “ Hai, ini Ammy ku yang cantik dan gendut”. Wajah saya otomatis bersemu merah. Antara jengkel dan pingin ngakak, mata saya langsung melotot menatap Najin. Dianya malah ketawa nakal. Sopir dan pegawai hotel mengumpat senyuman mendengar ucapannya. “So boy, what’s your name? you can speak Hindi? “ Sebagian besar masayarakat Nepal bisa berbahasa Hindi.

Roda kendaraan meninggalkan bandara menuju pusat kota. Menyeret diri memasuki masa lampau. Sesaat tiada beda antara Nepal dan India. Menawarkan romansa jadul yang kental terasa. Debu jalanan menari di udara. Banyak kabel menjuntai dan bersilang tak beraturan. Tak banyak gedung tinggi. Yang membedakan adalah aroma. Ya, Indiamenghadirkan aroma dupa pekat di udara.





Pakaian sehari hari wanitanya hampir sama dengan di India. Sebagian besar wanita mengenakan setelah salwar suit dengan selendang bermotif senada. Bindi, lingkaran merah penghias dahi, pertanda sudah menikah bagi seorang wanita. Aksesoris gelang dan kalung juga sama. Tapi tak banyak yang mengenakan saree.

When I knew you are from Indonesia I am so happy” ucap sopir menghentikan lamunan mata mentap jalanan Kathmandu. Saya membalas dengan senyuman memunculkan rasa penasaran. “When earthquake struck, Indonesian arrive quickly, helping us a lots, We really really appreciate it”. Sebagai warna negara Indonesia, tentu saja saya bangga mendengarnya.

Kami datang 11 bulan kemudian, setelah Nepal dihantam gempa bumi berkekuatan 7,8 skala richter. Getarannya kuat terasa hingga Ibu kota India, New Delhi. Tempat saya tinggal kala itu. Tak hanya India, getaran juga terasa hingga China dan Bangladesh. Memporak porandakan hampir seluruh negeri di kaki Himalaya ini. Merenggut hingga 8,857 nyawa. Puluhan ribu orang terluka. Ribuan kehilangan rumah.



Hampir setahun berlalu, luka karena gempa masih terlihat, masih ada beberapa tenda pengungsi di tepi jalan jalan. Rumah rumah bertingkat yang rusak. Begitu pula dengan kuil dan bangunan. Deretan rumah berhimpitan dengan dominasi warna bata. Baju dikeringkan di depan balkoni rumah.

Sejak gempa bungi menerjang, Kathmandu tak ramai sedia kala. Tak banyak turis yang datang. Nuansa muram masih terasa. Trauma, kehilangan, tangisan semua kesedihan seolah melebur menjadi satu dalam sebuah harapan.

Mobil berhenti di perempatan lampu merah. Seorang anak jalanan mengetok pintu mobil kami. Wajahnya berbedak debu. Usianya tak beda dengan Najin. Wajahnya memelas dan tangan mendekat dengan kaca mobil. Wajah yang selanjutnya banyak saya temui di negeri para Dewa.

Ya, berjuluk demikian karena sebagain besar penduduk Nepal menganut agama Hindu. Banyak kuil dan stupa terlihat di tepian jalan. Kuil yang saya jumpai sangat berbeda bentuknya dengan yang di India. Baik kuil maupun stupa keduanya memiliki ciri yang khas. Usainya banyak yang mencapai ratusan tahu. Keberadaan kuil dan stupa yang berdampingan ini menjadi bukti bahwa keragaman agama terjalin harmonis.






Setelah 30 menit berlalu, kendaraan mendekati kawasan Thamel, tempat dimana hotel kami berada. Wajah jalanan kawasan yang tersohor dikalangan para turis ini mengingatkan saya kan kawasan Popies lane di Kuta, Bali. Jalanan menyempit. Wajah komersial terasa dengan deretan toko dan restauran. Mulai toko aksesoris, baju, peralatan naik gunung, tas hingga oleh oleh khas memenuhi jalanan. Deretan toko berjejal dengan hotel mewah hingga hotel budget di gang gang kecil. Membentuk seperti sebuah labirin yang asyik untuk dinikmati sambil berjalan kaki. Nampak beberapa turis berjalan menyusuri jalan, berbelanja atau sekedar mengobrol di salah satu cafe.



Rasa tak sabar rasanya ingin segera jalan jalan di sekitar Thamel. Tapi kami sadar diri, beristirahat sebentar dalam hotel adalah hal yang tepat setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu hingga dua jam lamanya dari Delhi ke Nepal.

Sore yang sejuk di musim semi, setelah cukup istirahat, untuk pertama kalinya, saya, Najin dan Mbak Andri berjalan santai menyusuri labirin kawasan Thamel hingga malam menyapa.


 Maret 2016

Langkah Kaki Menyusuri Labirin Thamel

$
0
0


 

kawasan thamel kathmandu

Berjalan santai terasa asyik, kawasan Thamel dipenuhi dengan deretan toko, restoran, bar, cafe, street food, wisatawan manca negara riwa riwi

 

Badan mendapatkan haknya beristirahat. Perjalanan dari Delhi ke Kathmnadu hanya dua jam. Harusnya nggak capek amat. Hanya saja Nepal adalah bagian menyenangkan dari sebuah perjalanan estafet, kami barusan balik dari backpacking di Kashmir selama 4 hari. Di Delhi istirahat semalaman. Keesokan harinya lanjut ke Nepal.

 Sore itu setelah cukup beristirahat di hotel. Kami memutuskan berjalan jalan sejenak di sekitar hotel. Sekalian menukar uang. Waktu ke Nepal, saya hanya membawa beberapa Dollar saja. Itupun habis untuk membayar Visa on Arrival. Dan lebih banyak membawah uang Rupees India.

 Berbekal Bismillah dan kartu nama hotel dengan peta kecil di baliknya, Saya, Najin dan mbak Andri melangkahkan kaki meninggalkan hotel. Hotel budget yang kami pesan online ini berada di sebuah gang kecil. Kanan kiri semua hotel budget yang rata rata terdiri 3 sampai 4 lantai berdampingan dengan satu sama lain. Kebetulan hotel kami berada di kawasan Thamel yang tersohor. Kalau di Bali, Thamel ini seperti kawasan kuta.

Keluar dari gang, menuju jalan utama Thamel. Berjalan santai terasa asyik. Kawasan Thamel dipenuhi dengan deretan toko, restoran, bar, cafe, street food, wisatawan manca negara riwa riwi. Happening banget.

 

Thamel

thamel


Rencana awal pingin nukerin uang jadinya jalan jalan sekalian. Capeknya mendadak hilang. Semangat menyala. Apalagi hari ini kita memang tidak ada itinerari kemanapun.

Thamel yang luas, perempatan jalan, tikungan dengan deretan pertokoan, restoran menguarkan aroma rempah, hotel hotel berbintang hingga hotel budegt, gang gang kecil yang menyertainya, membentuk bagaikan sebuah labirin yang asik untuk ditelusuri sekaligus menyesatkan. Langkah kaki mengikuti kata hati. Sore yang sahdu di awal musim semi, membuat kami nyaman berjalan untuk cuci mata

Di tengah jalan, tetiba kami mendengar suara …teng. Suara lonceng yang menggerakan hati untuk mengikuti. Suara yang tak asing. Mengingatkan saya akan Monastry waktu jelajah manali, India.

Kami berjalan melambat. Berharap terdengar lagi suara lonceng lagi. Dan ketika terdengar lagi suara lonceng, kami gegas mengikuti arah datangnya lonceng. Memasuki sebuah gang. Semakin mendekat aroma dupa semakin pekat.

Riang hati menatap Monstary tua di tengah hiruk pikuk Thamel. Stupa nampak mempesona di antara padatnya rumah. Pucuk stupa berhias sepasang mata Budha berwarna kuning keemasan. Simbol simbol keagamaan bertumpuk diatasnya. Menggantung warna warni bendera doa. Seperti postcard atau foto foto yang selama ini menggambarkan tentang eksotisme Nepal.

Nuansa magic terasa. Dupa berasap menyala. Stupa dikelilingi beberapa patung Budha terbuat dari batu. bentuknya lebih kecil, berbentuk segitiga mengerucut dengan beberapa patung Budha. Ukiran dan geometri cantik menghiasi batu.

Di area Monastry banyak muda mudi Kathmandu duduk santai. Anak anak bermain riang berlarian. Para manula duduk bercengkrama. Beberapa para jemaah khusuk berdoa. Sementara burung dara ceria berterbangan di langit langit. Seakan terlupa akan gempa yang baru saja memporak porandakan kehidupan. Terlihat sebuah harap dalam tenangnya doa.

Menemukan monastry diantara padatnya kawasan Thamel seolah menjadi ucapan selamat datang. seolah menjadi gambaran keindahan dan keramahan Nepal yang akan kami jelajahi beberapa hari ke depan.

Saya mengitari Stupa, menatap pesonanya sambil membidik beberapa spot cantik dalam lensa kamera. Najin seperti biasa menikmati bermain dengan kerumunan burung dara. Tapi masih tetap dalam jangkauan mata.

kathmandu nepal

backpacker Nepal

jalan jalan ke Nepal

thamel

Riuh dan uniknya kawasan ini membuat kami lupa tujuan kami semula, menukarkan uang. Untung saja kebanyakan toko di Nepal menerima uang Rupees India. Kami membeli jus buah dan beberapa penglengkapan mandi. Sore itu kami habiskan menyusuri labirin Thamel hingga mentari menenggelamkan diri di ufuk barat.

Menghirup Aroma Magis dan Religius Di Kuil Tua Swayambunath

$
0
0

 

 

Backpacker ke nepal

Bertengger di puncak lembah Kathmandu, Swayambunath yang juga dikenal sebagai Monkey temple merupakan salah satu kuil tertua di Nepal

 

Hari kedua berada di Kathmandu. Lumayan banyak tempat wisata yang akan kami kunjungi hari ini. Kebanyakan wisata kota tua bersejarah, kuil dan stupa. Lokasi wisata satu dengan yang lain jaraknya tidak berjauhan dan berada di sekitaran Kathmandu. 

Mengingat saya datang bersama Najin, anak saya yang saat itu masih berusia 9 tahun, menyewa mobil menjadi pilihan yang tepat untuk jelajahi tempat wisata. Saya menyewa mobil dari hotel yang kami tempati. Itineray perjalanan keliling wisata sekitar Kathamndu hari ini pun anjuran dari hotel. Nurut saja.

Pagi itu setelah sarapan omelet, roti dan selai di hotel, kami ngobrol sebentar di ruang makan sambil sesekali melirik mas mas bule di meja sebelah. Bukan, bukan cari perhatian. Mereka sibuk bercerita tentang pendakian yang menyenangkan menapaki kaki atap dunia. Hal yang ingin saya lakukan tapi harus saya lupakan untuk sementara waktu.

Roda mobil bergerak meninggalkan hotel. Menjauh dari kawasan Thamel. Menapaki jalanan Kathmandu yang berdebu dan nampak lebih lengang pagi itu. 

Setelah limabelas menit perjalanan meninggalkan pusat kota Kathmandu ke arah Barat, jalanan mulai naik, berkelok memeluk perbukitan. Menghampar lembah Kathmandu di kaki bukit. Hawa sejuk di akhir musim dingin terasa semakin sejuk.

Kathmandu valley


 Jalanan terus menanjak hingga sampailah kami di atas bukit. Keluar dari mobil, angin lembut menerpa wajah. Aroma dupa menyapa. Suara dentingan lonceng merayapi hingga ke lembah. Terdengar begitu magis.

 Madam, I ll park cark over there” ucap sopir tersenyum manis, semanis sapaan dia ketika menjemput saya di bandara. Tak lupa saya berterima kasih dan memfoto nomer plat mobil agar tidak lupa. Maklum saja plat nomer menggunakan abjad Nepal yang saya nggak ngerti.

Setelah tiket masuk berada di tangan, kaki penuh semangat menapaki komplek kuil tua Swayambunath. Bendera doa warna warni menggantung menghias langit langit kuil. Simbol keagamaan menghiasi disetiap sisi. Nuansa religius menyelimut kuil yang dipercaya sudah ada sejak 464-505 SM. Merupakan salah satu kuil tertua yang berada di Nepal.

Disambut sebuah patung sang Budha berdiri diatas bunga teratai. Dari tanganya mengeluarkan air yang jatuh diatas kolam perdamaian yang mengelilinginya. Beberapa penziarah sibuk berdoa. Sebagian lain dan anak anak sibuk melempar koin kedalam guci dekat kaki sang Budha. Mereka percaya, jika koin masuk kedalam guci, setiap doa dan permintaan akan dikabulkan, juga membawa keberkahan dan kelancaran rezeki.

Swayambunath


Melihat hal tersebut Najin riang dan gegas menuju ke kolam perdamaian. Meminta uang koin kepada saya. Untung saja di sebelah ada beberapa penukaran uang koin. Saya mencoba melempar, nggak berhasil. Selebihnya Najin yang asyik mencoba melempar hingga koin habis. Dan tak satupun masuk kedalam guci.

Di sebelah kanan kolam dengan menapaki beberapa anak tangga terdapat beberapa patung sang Budha berwarna putih. Berukuran lumayan besar. Berdekatan dengan patung, sebuah lonceng berukuran jumbo berdiri. Penziarah bergantian membunyikannya. Dentinganya merayap ke seleluruh bukit hingga ke lembah.

Patung Sang Budha berwarna putih ini bukanlah stupa utama. Swayambunath, kuil utama masih berasa di atap bukit. Kami terus berjalan menyusuri anak tangga yang landai menuju kuil utama.

 

Swayambunath Kathmandu

Menapaki tangga ada panjual kelapa dan timun yang sudah di potong potong. Iya, di Nepal maupun India, kelapa dan timun dijual layaknya buah iris di Indonesia. Dan itu kesukaan Najin.

 

Saya membeli masing masing dua buah. Camilan sehat. Lagi enak enak makan, tetiba dua ekor kera menyambar timun. Auto kaget. Lanjut tertawa, sementara Najin masih ketenggengen. Emak macam apa saya ini, anaknya mengalami hal menengangkan, malah ketawa membahana. Saya bilang tidak apa apa, kita berbagi rezeki sama kera agar Najin lebih santai. Tapi dianya masih takut karena beberapa kera masih mengintai timunnya. Akhirnya dia memberikan semua buahnya kepada kera. Dan berhasil membuat dia meringis.

 

Keberadaan kera membuat Swayambunath dikenal sebagai monkey temple. Menurut cerita kera kera sakti ini merupakan transformasi dari kutu kutu yang tumbuh dirambut panjang seorang Boddisattva baik hati yang menemukan lembah Kathmandu. Lokasinya yang rindang dengan rimbun pepohonan membuat kera betah tinggal disini. Keberadaanya tidak terlalu mengganggu, hanya saja sebaiknya dihindari bawa makanan yang menonjol.

 

Kami melangkahkan kaki melewati anak tangga landai menuju kuil utama Swayambunath. Untuk mencapai kuil utama Swayambunath ada dua akses jalan. Pertama, melalui gerbang Timur, melewati 365 anak tangga dengan kemiringan curam. Tangga ini langsung menuju lokasi yang disebut Vajra. Setiap pagi ratusan umat agama Budha menapaki tangga ini kemudian lanjut mengitari stupa dengan melantunkan mantra mantra.

 

Yang kedua, melalui gerbang Barat biasa dilalui dengan menggunakan mobil. Seperti yang kami lalui. Menuju kuil utama melewati tangga lebih landai dan santai.

Tibalah kami di Swayambhunath dengan beberapa pasang mata Budha menatap segala penjuru arah. Di atasnya terdapat mata ketiga Sang Budha yang menjadi Ikon Nepal. Dikenal sebagai mata pembawa pesan.

 

Di bawah sepasang mata sang Budha, sebuah hidung yang tergambar dengan satu lekukan. Representasi angka satu bagi Nepali yang menjadi simbol penyatuan. Sedangkan diatasnya terdapat tiga belas tingkatan berwarna kuning kemasan. Hal ini menggambarkan ada tiga belas tahap perjalanan spiritual yang harus dilalui umat Budha untuk mencapai tingkat Kebudhaan.

 

Bagian bawah sang Budha dikelilingi ratusan silinder doa. Biksu dan penziarah mengelilingi sang Budha searah jarum jam dengan memutar silinder doa dengan melapalkan mantra mantra.

 

Swayambunath kathmandu

Kuil Swayambunath


Stupa utama Swayambunath dikelilingi banyak stupa dan candi berukuran lebih kecil dengan warna hitam batu kali. Aroma dupa menguar begitu kuat. Lilin dan dupa dinyalakan. Burung dara berterbangan di langit langit. Benar benar terasa damai, magis dan religius.

 

Di komplek Swayambhunath selain sang Budha juga terdapat beberapa kuil agama Hindu. Kuil suci ini konon berdiri sejak raja Pratap Malla memimpin Nepal. Bahkan sebagai penghormatan, raja membantu pembangunan tangga  Timur pada adab ke-17.

 

Aktifitas keagamaan di depan kuil Hindu nampak begitu ramai. Penziarah datang bersama dengan keluarga tua dan juga anak anak. Membawa sesajen, berupa bunga, dedaunan, makanan, bubuk, dupa, kelapa dan banyak yang lainnya. Mereka berdoa, memecah buah kelapa kemudian pemuka agama mengoleskan bubuk orange di dahi penziarah.


 

backpacker ke Nepal

Bagi saya dan beberapa wisatawan asing prosesi keagamaan ini menarik untuk diabadikan dalam jepretan kamera. Tentu saja tanpa mengganggu kekhusyukan beribadah. Ketika sibuk menfoto, tetiba seorang wanita penjaga berseragam berkata “No photo, please”. “Oh, I am really sorry” ucap saya dan juga wisata mancanegara lainnya. Selanjutnya kami menikmati proses keagamaan tanpa jepretan kamera.

 

Masing masing umat agama Hindu dan Budha berdoa, melantunkan puja dan puji tanpa merasa terganggung satu dengan yang lainnya. Mereka berdoa berdampingan dengan damai. Keharmonisan hidup hal yang biasa kita lihat di tempat tempat keagamaan di seluruh Nepal.

Money Temple Swayambunath Nepal


Swayambunath



Swayambunaht Kathmandu nepal


Swayambunath Nepal


Kawasan kuil tua Swayambunath ini luas sekali, karena berada di puncak perbukitan, kita akan melewati banyak naik turun anak tangga menuju satu tempat ke tempat lainnya. Selain stupa dan kuil, di area komplek Swayambunath juga terdapat candi, tibetan monastry, perpustakaan dan juga museum. Menjadi pemandangan yang biasa melihat penziarah berdoa, menyalakan dupa serta menabur bunga. Biksu biksu muda belajar, berdoa dan ada yang bermain bola, semua terasa mempesona diabadikan dalam jepretan kamera. Ditemani rindang pepohohan, bendera bendera doa yang menggantung di langit langit, simbol simbol keagamaan di sepanjang tangga, lantunan mantra, lonceng menggema dari puncak hingga ke lembah, semuanya terasa mengalir begitu damai.

 

Telusuri Kota Kuno Patan Durbar Square

$
0
0


 

Patan Durbar Square

Lalitpur terkenal sebagai kota yang sangat artistik dengan segudang karya seni yang dipersembahkan untuk para dewa, salah satu tempat yang paling terkenal adalah Patan Durbar Square

 

Berbeda dengan pagi hari ketika kami meninggalkan hotel menuju Swayambhunath, wajah Kathmandu masih dibelai dalam tidur. Tak banyak aktifitas warga. Jalanan lengang. Siang ini, dari Swayambunath menuju Patan durbar square, membelah kota Kathmandu di antara debu malayang terdengar riuh suara klakson. Sapi lempeng aja berjalan santai, anjing berkeliaran, hal yang biasa kita temui di negeri berjuluk seribu Dewa.

 

Kabut tipis diakhir musim dingin membuat pemandangan kota Kathmandu tampak kelabu. Sesaat nampak sendu. Apalagi negara dibawah dekapan Himalaya ini porak poranda diterjang gempa. Beberapa bangunan terlihat runtuh. Meski demikian, hal tersebut tak menyurutkan semangat kami menjelajah kota. Ditambah lagi dekapan hawa sejuk membawa angin segar tersendiri.

 

30 menit berlalu sejak meniggalkan Swayambhunath, kota kuno Lalitpur dengan segala keunikannya terlihat dari balik kaca mobil. Diantara riuh kendaraan dan suara klakson, mas sopir mencari tepat parkir. Kami tinggal berjalan kaki sebentar. Membeli tiket masuk yang berada dekat gerbang utama.



Lalitpur terkenal sebagai kota yang sangat artistik. Sebagian karya seni yang dihasilkan dipersembahkan untuk para dewa. Tak heran di kota ini banyak ditemui deretan kuil dan vihara. Dan salah satu yang paling terkenal yang kami kunjungi saat ini adalah Patan Durbar Square.

 

Bersama dengan Kathamandu durbar square dan Bakthakpur durbar merupakan tiga durbar square yang bersemayan di lembah Kathmandu. Ketiganya merupakan situs warisan UNESCO. Patan durbar square dipercaya ada sejak abad ke 3 SM oleh dinasti Kirat. Pada abad ke 6 wilayah kota diperluas oleh Licchavis, sebuah kerajaan kuno berasal dari India. Selanjutnya diperluas lagi oleh Raja raja Mala di abad pertengahan.

  

Menatap sekeliling Patan durbar square, sisa gempa yang meluluhlantahkan Nepal beberapa bulan yang lalu masih tersisa. Beberapa kuil dan bangunan disanggah kayu, ada yang rusak parah. Beruntung masih banyak bangunan kuno yang masih tegak berdiri. Meski demikian tak mengurangi arsitektur seni dan keunikan peradaban kuno Patan durbar square yang masuk dalam World Herritage UNESCO.

 

Patan durbar square yang menjadi pusat kegiatan agama Hindu dan Budha. Memiliki 136 “bahals” atau halaman serta 55 kuil utama dan deretan istana raja raja Mala. Deretan kuil berada di sisi Timur berhadapan dengan deretan istana raja bergaya newari yang berada di sisi Barat.

 

Travelling Ke Nepal

Sebelah kiri deretan kuil dan sebelah kanan Istana raja raja Mala

Bersama dengan gerak riang burung dara berterbangan di langit langit, Chyasim Deval krishna Temple berdiri tegak menyambut setiap penunjung memasuki area Patan Durbar Square. Kuil dibangun pada tahun 1723 oleh raja Vishnu Malla. Sedangkan menurut Michael hutt, seorang professor ahli tentang Nepal dan Himalaya, kuil didirikan oleh Yogamati, putri Raja Yognarendra (1685-1705).

 

Kuil terbuat dari batu hitam. Bagian depannya dijaga dua patung singa. Sesuai dengan namanya “Chyasim” atau “Chyasing” yang berarti 8 sisi merujuk pada bentuknya oktagonal. Terdiri 3 tingkatan, lantai dasar dihiasi dengan lengkung lengkung kolom nan artistik. Sedangkan bagian atas kubah dikelilingi kubah kubah kecil. Mirip dengan seni arsitektur kuil yang biasanya saya temui di India. Gaya arsitektur Chyasim Deval Krishna ini nampak berbeda dari kuil kuil tradisional lainnya di Nepal yang biasanya berbentuk khas Newari.


Bersebelahan dengan Chayim Deval Krishna terdapat sebuah pelataran. Ditengahnya berdiri sebuah genta menggantung pada dua buah tiang dengan dekorasi unik diatasnya. Genta berukuran besar dikenal dengan Taluja bell. Menurut sejarah, genta yang dibangun pada abad ke-17 oleh Raja Vishnu Malla ini dahulunya dibunyikan saat rakyat ingin mengadukan keluhan kepada sang raja. Atau dibunyikan saat ada keadaan genting. Saat ini genta hanya dibunyikan pada saat perayaan festival saja.

 

Patan durbar Square

Chyasim Deval krishna
 Temple  Dan Taluja bell

Melangkahkan kaki selemparan mata, sebuah bangunan yang nampak hanyalah sebuah kotak tingkat tiga. Sebelum diratakan oleh gempa bumi beberapa bulan lalu, disini berdiri Kuil Hari Sankar. Sayang, kuil bersejarah berusia 300 tahun ini tersisa hanya pondasinya saja.

 

Vishu Temple berdiri tegak disebelah kuil Hari Sankar seolah menunjukkan keperkasaannya di hatam oleh Gempa. Kuil yang dibangun pada tahun 1590 ini dipersembahkan untuk pemujaan Narasimha, reinkarnasi Dewa Wisnu sebagai manusia berkepala singa.

 

Melangkahkan kaki, sebuah kuil kecil bergaya newari, saya lupa namanya. Dan di sebelahnya lagi sebuah kuil yang hanya berupa pondasi saja. Sebelum gempa menyapa, diatas ini berdiri sebuah kuil Char Narayan juga dikenal dengan Kuil Jagannarayan. Merupakan kuil tertua di patan Durbar Square yang dipercaya ada sejak 1565.

 

Di depan Vishnu Temple hingga Char Narayan terdapat sebuah pelataran cukup luas. Bisa dibilang pelataran utama dimana turis serta warga lokal, berdiri menatap sekeliling atau sekedar duduk santai, bercengkrama sambil menatap istana yang berada di sisi Barat. Di tengah pelataran ini berdiri tegak sebuah pillar, di puncaknya terdapat patung Raja Yognarenda Mala sedang bersimbuh menghadap istana. Dibelakang patung sang raja sebuah naga bediri melindungi. Epik!

 

 

Melangkah lagi menuju Krishna temple yang berada di sisi Char Narayan. Berwarna abu abu, bentuknya mirip dengan kuil yang berada di depan Chayim Deval Krishna, tapi lebih cantik dan artistik. Sesuai dengan namanya, kuil yang dipersembahkan untuk Dewa Khrisna ini dibangun pada tahun 1667 oleh raja Siddhi Narsingh Mala. Menurut cerita, suatu malam sang raja melihat Dewa Krishna berdiri di depan halaman istananya. Sejak saat itu, beliau memerintahkan untuk membangun kuil tepat di tempat Dewa Khrisna menampakkan diri.

 

Menariknya saat saya datang kemari bersamaan dengan sebuah acara pemotretan di Krishna temple. Atau sedang shooting sebuah film, entahlah. Seorang model berpakaian tradisional. Dengan riasan khas dengan mata merah di dahinya. Mengingatkan saya akan riasan Kumari Dewi, sang dewi hidup yang dianggap suci oleh masyarakat Nepal. Banyak lampu dan kamera menyorot kearahnya. Saya berhenti sebentar untuk menikmati suguhan menarik mata.

 

Krishna Temple Patan Durbar Square

Setelah menyaksikan pemotretan, hasrat hati ingin masuk kedalam kuil menuju hingga lantai atas. Tangganya sedikit curam. Nuansa gelap terlihat. Beberapa bunga dan serbuk merah pemujaan terlihat pintu masuk yang tak seberapa tinggi. Melihat hal tersebut Najin langsung menolak. Tidak mau memaksa, saya cukup menatap hiasan ukir kuil dari luar, dimana lantai pertama kuil menceritakan tentang kisah Mahabarat dan kisah Ramayana di lantai dua.


Bersebelahan dengan Krishna Mandir berdiri Kuil Vishwanath yang dibangun awal abad ke 17. Seperti halnya Kuil lain bergaya newari, Kuil dijaga oleh dua sepasang gajah di pintu masuk. Kuil yang terdiri dua lantai ini didesikasikan untuk dewa Siwa. Didalamnya terdapat lingga yang hanya bisa dilihat oleh penganut agama Hindu yang sedang beribadah. Yang menarik dari kuil ini adalah ukiran kayu dengan detail rumit menggambarkan berbagai gaya bersenggama. Berhubung saya datang bersama Najin, cukup melirik curi curi pandang. Coba kalau datang sendiri atau sama pasangan pasti menamatkan kamus aneka gaya sebagai inspirasi bercinta. Ups…..

 

kamasutra Temple nepal

Seperti yang saya tuangkan di awal, Patan durbar square memiliki banyak kuil vihara dan istana untuk dijelajah. Mata dan kaki masih menikmati. Nah, sampai di ujung durbar square bagian Timur ini masih ada beberapa kuil, salah satunya adalah kuil Bhimsen. Yang istimewa dari kuil berarsitektur newari 3 tingkat ini adalah keberadaan tiga jendela emas. Ukirannya tentu saja artistik dengan detail rumit yang menjadi ciri khas Newari. Kuil yang didirikan abad ke 16 oleh Raja Srinivasa Malla ini dipersembahkan kepada Dewa untuk kelancaran bisnis dan perdagangan.

 

Entah suatu kebetulan atau memang dirancang sedemikian, tepat didepan kuil terdapat sebuah pasar seni yang menjual berbagai souvenir khas Nepal. Saya yang menyukai berbagai benda dan pernik pernih unik tradisional menyempatkan cuci mata. Sementara Najin seperti biasa sibuk dengan  segerombolan burung dara.

 

Backpacker Nepal

Kegembiraan kami berada di kota tua Patan durbar square belum berakhir. Berderet dengan pasar seni yang berada di sebelah Barat masih ada istana yang luas dan bangunan kuno yang memiliki fungsi khusus. Salah satunya Manga Hatiti, yang letaknya bersebelahan dengan pasar seni. Pada abad itu hingga saat ini tempat kuno ini berfungsi untuk megambil air. Letaknya lebih rendah dari beberapa bangunan lain. Untuk mengambil air terdapat tiga buah pancuran dengan design bebatuan hiasan yang unik. Sangat disayangkan pada saat saya berkunjung kesini air keruh kehijauan, rusak karena gempa. Semoga aliran air dapat berfungsi kembali sehingga penduduk dan juga wisawatan asing bisa menikmati kesegaran air.

 

Patan Durbar Square

Manga hatiti dibatasi oleh sebuah tembok istana. Pintu istana ini berada di depan patung Raja Yognarenda Mala. Saat ini istana berarsitektur Newari dua tingkat ini beralih fungsi menjadi museum. Menyimpan berbagai macam benda benda kuno yang asyik untuk dicermati.

 

Bagian dalam istana seperti halnya sebuah istana terdiri atas beberapa ruangan dengan fungsinya masing. Di sanggah dengan deretan pilar kayu berukir cantik. Ditengah istana membentang sebuah halaman terbuka.

 

Istana yang dahulunya digunakan sebagai tempat tinggal Raja Raja Mala ini luas. Membentang panjang di sisi Barat. Behadap hadapan dengan deretan kuil yang berada di sisi Timur. Kami Jelajahi bagian dalam istana hingga mendekati lagi pintu gerbang saat kami masuk.

 

Palace Patan Durbar Square

Sebenarnya Patan memiliki beberapa gerbang untuk memasukinya, bahkan ada banyak jalan tikus tanpa bayar tiket masuk. Saran saya, tetaplah bayar tiket karena uang yang masuk digunakan untuk memelihara bangunan. Termasuk saat gempa saat ini, tiket yang kita bayarkan akan digunakan untuk merenovasi dan memperbaiki bangunan yang rusak.

 

Setelah puas menikmati arsitektur bangunan kuno dan sejarahnya, kami melamaskan kaki dengan duduk santai di halaman depan istana. Nongkrong bersama penduduk lokal dan turis sambil menatap lagi keunikan keseluruhan kuil dan istana di Patan durbar square.

 

 


Menatap Kematian Di Kuil Kehidupan Pashupatinath

$
0
0
Pashupatinath Temple


Kuil suci agama Hindu yang berada di tepian sunga Bagwati dikenal sebagai tempat pembakaran jasad paling sakral di Nepal

Perjalanan jelajahi wisata di sekitar Kathmandu masih berlanjut. Setelah jelajahi kota kuno Patan Durbar Square, menjelang sore kami menjejakkan kaki menapak di Kuil Pashupatinath. Sebuah kuil kuno yang masuk dalam situs warisan dunia UNESCO. Di sinilah manusia dihantarkan menuju alam kematian.

 

Melewati gerbang pintu masuk kuil dijumpai banyak penjual bunga dan perlengkapan untuk sembahyang. Deretan penjual souvenir hingga lukisan menawarkan dagangan. Sesaat nampak seperti tempat wisata lainnya.

 

Berjalan lebih dalam, sebuah sungai lebar dengan aliran air tak terlalu deras. Airnya keruh. Sapi asik merumput di tepian. Sungai suci agama Hindu ini dikenal dengan sungai Bagmati. Alirannya panjang hingga menyatu dengan sungai Gangga di India.

 

Menyusuri sungai, semakin masuk kedalam area kuil nuansa magis menyelimuti. Asap mengepul. Aroma pembakaran kayu mulai merangsek kedalam hidung. Di seberang sungai, beberapa orang berpakaian putih membersihkan sisa kremasi di sebuah altar terbuka, sementara di sampingnya tumpukan kayu baru menunggu untuk proses kremasi selanjutnya.

 

Kuil kuil dengan bentuk berbeda berdiri di kedua sisi sungai. Kuil berbentuk Pagoda mendominasi disebelah kanan hingga menanjaki bukit. Sementara di seberang sungai deretan kuil tua, ada yang berbentuk Newari yang menjadi ciri khas gaya arsitektur kuil di Nepal. Dan yang paling besar adalah kuil Pashupatinath.

 

Pashupatinath Nepal

Kedua sisi sungai dihubungkan dengan jembatan. Ketika akan menyeberangi jembatan langkah kami terhenti, di seberang sungai terlihat jasad seorang wanita tertutup kain putih dan orange. Menyisakan wajah dan kaki yang masih terbuka. Seorang lelaki membasuh kaki dan kepala jasad dengan aliran sungai Bagmati. Proses pembasuhan ini untuk mensucikan jiwa jasad. Sementara keluarga berkerumun membawa untaian bunga marigold, yang kemudian diletakkan diatas tubuh jasad.


Penasaran, saya duduk bersama para penziarah dan juga turis mancanegara yang juga ingin melihat proses kremasi. Kami duduk di sepanjang sungai. Menyaksikan proses kremasi dari sisi seberang.

Kramasi mayat di Pashupatinath


Setelah disucikan jasad dibawa di atas tandu mengitari tumpukan kayu yang akan digunakan untuk kremasi sebanyak tiga kali dan searah jarum jam. jasad kemudian diletakkan di atas kayu tersebut. Kemudian seluruh tubuh jenazah ditutupi dengan jerami menyisakan muka. Umat Hindu percaya roh keluar dari tubuh melalui kepala.

 

Dengan membawa obor api penyulut, anak lelaki tertua dari keluarga mengitari jasad searah jarum jam. Tak sanggup, lelaki itu mengitari jasad ibunya, meratap dan menahan tangis, berusaha tegar dan terus mengitari jenazah sebanyak tiga kali.

 

Saya memalingkan muka kemudian menundukkan kepala. Berusaha menghentikan mesin waktu yang terus mengaduk rasa. Waktu dimana ayah meninggalkan kami selamanya. Leher rasanya tercekik. Berat. Ada air mata yang siap tumpah.

 

Berusaha tegar, saya menatap Najin. Saya bertanya kepadanya “apakah dia sanggup untuk melihat prosesi kremasi?” Dia bilang tidak apa apa. Dia ingin melihat tanpa rasa khawatir. Di India tempat kami tinggal, prosesi pembakaran jenazah menjadi hal biasa. Hanya saja, kami tidak pernah melihat secara langsung prosesi perabuhan secara lengkap. Prosesi kremasi di Nepal dan India tidak jauh berbeda. Dilakukan dengan ritual sederhana di tepian sungai suci.

 

Pashupatinath temple

Tempat wisata di nepal


Setelah melihat proses kremasi kami melangkahkan kaki melewati jembatan. Menatap kuil utama Pashupatinath lebih dekat. Kami hanya melihat luarnya saja karena hanya umat agama Hindu saja yang diperbolehkan memasuki kuil.

 

Berdekatan dengan kuil utama, rasa begidik menyelimuti. Saya melihat beberapa jasad yang digotong diatas tandu, datang dan pergi. Bergantian. Jasad datang untuk dibawa ke kuil dan kemudian dikremasi ke tempat lainnya.  

 

Selain kuil utama Pashupatinath, terdapat sederet kuil kuno lainnya. Ada satu kuil yang menarik mata dan menjadi keanehan sekaligus renungan tersendiri. Diantara aroma kematian, kuil bergaya Niwari menampilkan gaya bersenggama ala kamasutra pada ukiran kayunya. Bukankah kehidupan dimulai dengan hubungan dan berakhir dengan kematian? 

 

tempat wisata di Kathamandu

Kami kembali menuju seberang sungai, menuju deretan dan tingkatan kuil hingga keatas bukit. Didalam stupa stupa tersebut terdapat sebuah lingga. Keberadaan lingga disini berkaitan erat dengan keberadaan kuil Pashupatinath itu sendiri. Legenda bercerita, suatu ketika Dewa Siwa turun ke bumi dengan menyamar menjadi seekor rusa dan berjalan jalan di sekitar sungai Bagmati. Ketika penyamaran terungkap, para Dewa memegang tanduknya untuk memaksa menunjukkan rupa aslinya hingga tanduknya patah. Berabad kemudian ketika seorang menggembalakan sapinya di tepian sungai, dia mendapati sapi menyirami tanah dengan air susunya sendiri. Penasaran, sang gembala mendungkil tanah dan mendapati patahan tanduk dewa Siwa berupa lingga. Begitulah lingga ini dipuja dan disiram susu oleh para peziarah hingga saat ini.

 

Diantara stupa banyak dijumpai para Sadhu. Petapa suci yang meninggalkan sisi duniawi. Rambut gimbal panjang. Wajahnya berbedak abu, berpakaian dan berhias nyentrik. Wajah mereka kerap kali menghiasi majalah majalah perjalanan yang menggambarkan eksotisme Nepal.

 

 

Sebelum meninggalkan pintu gerbang kuil Pashupatinah yang juga dikenal sebagai Kuil Kehidupan, tetiba ada hal yang menarik mata Najin. Dia langsung lari menuju seorang pria bule. Saya hanya tersenyum dan membiarkan dia pergi menghampiri.

 

Kami bertemu dengan mas bule di Swayambunath dan Patan durbar square. Mas bule ini sibuk menerbangkan drone yang bagi najin itu mirip dengan mainan helicopter remote miliknya. Hanya saja drone ini lebih besar dan dikontrol dengan layar handphone yang lumayan lebar. Dan itu menarik keingintahuannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Mereka berbincang asyik di tepian sungai suci Bagwati ditemani seekor sapi yang sedang berbaring santai.

Wisata Nepal


Meneguk Damai di Boudhanath

$
0
0

 

 

Backpaking Nepal



Stupa yang dipercaya ada sejak abad ke-5 ini merupakan stupa terkuno, terbesar dan termegah bukan hanya di Nepal tapi juga di dunia

 

Kami berjalan mengikuti arus bersama para biksu juga peziarah. Terdengar lonceng berdenting bergantian. Aroma dupa. Om mani padme hum mengalun damai di udara bersamaan gerak khusyuk para peziarah mengelilingi Boudhanath.

 

Boudhanath yang masuk dalam situs warisan dunia UNESCO dipercaya ada sejak abad ke-5, merupakan stupa terkuno, terbesar dan termegah bukan hanya di Nepal tapi juga di dunia. Stupa berbentuk melingkar dengan warna warni doa menggantung diujungnya sering dijadikan simbol ikonik wisata di Nepal.

 

Ujung stupa bertingkat berwarna keemasan, mata sang Budha menatap seluruh penjuru mata angin, bendera doa warna warni menggantung di langit langit yang dipercaya membawa doa dan mantra berhembus hingga ke surga, semua sirna dihempas gempa dahsyat pada bulan April 2015. Kini tergantikan sementara oleh tangga besi yang digunakan pekerja untuk renovasi. Stupa yang menjulang 36 meter kini hanya meninggalkan bagian badan yang berbentuk setengah bola.

 

Meski bagian atap stupa telah hancur namum semua itu tidak merusak kekhusyukan para peziarah beribadah. Berjalan damai memutari Boudhanath searam jarum jam. Tangan mereka memutar tasbih sembari mengucap mantra dan doa. Sesekali mereka berhenti memutar silinder doa pada dinding stupa. Mereka menyakini siapa saja yang berdoa dan bersujud di stupa akan mendatangkan karma baik yang akan memujudkan semua keinginan.

 

Tips jalan jalan ke Nepal

Boudhanath

 

Boudhanath Nepal

wisata nepal

Foto Boudhanath setelah renovasi (sumber : wikipedia)



Atmosfir yang ditawarkan Boudhanath seolah membawa kita berada di negeri atap dunia, Tibet. Diantara para peziarah banyak beretnis Tibet dengan mengenakan pakaian khasnya. Biksu berpakaian merah marun ala Dalai lama. Kedatangan para pengungsi Tibet di Nepal memunculkan banyak Gompa atau biara Tibet di sekitar Boudhanath. Atmosfir yang sama mengigatkan saya akan Dharamsala yang saya kunjungi beberapa tahun yang lalu. Kota yang berada di kaki Himalaya, India merupakan tempat Dalai lama hidup dalam dalam pengasingan. Di kota inilah saya diberikan kesempatan untuk bertemu dan berbincang dengan Dalai lama.

 

Langkah kaki membawa kami menuju sebuah vihara besar di Boudhanath. Dua buah lonceng berukuran besar berdiri tegak di antara kedua pilar. Sesekali lonceng di ketuk. Dentingan terdengar ke langit langit.

 

Masuk kedalamnya aroma dupa semakin pekat, kami disambut sebuah silinder doa bertulis aksara Tibet berukuran jombo. Najin menatap takjub ke silinder doa yang berputar. Sesosok nenek muncul dari balik silinder doa, mengucap mantra, memutari dan menggelindingkan silinder doa. Najin langsung mengikuti. Saya biarkan dengan isyarat tangan ke mulut yang berarti jangan berisik. Dia berjalan mengitari dengan menatap takjub silinder doa yang berputar lebih cepat karena putaran tangannya.

 

Boudhanath

 

Berjalan menuju lantai atas Vihara, dari sini kami bisa melihat nyata kerusakan parah pada bagian atap stupa Boudhanath. Dari sini pula terlihat arus seluruh peziarah mengelilingi Boudhanath. Nampak seperti orang bertawaf. Bedanya, Umat Muslim mengelilingi Ka’bah berlawanan dengan jarum jam.

 

Kami menemukan hal menarik lainnya, tempat pembuatan lilin. Cairan bahan lilin dari sebuah ceret dituang pada cawan berukuran kecil kecil. Di dalam cawan kemudian diletakkan sumbu penyala. Lilin yang sudah dinyalakan diatas sebuah nampan berukuran besar kemudian didistribusikan ke seluruh vihara di sekitar Boudhanath.

 

 

Keluar Dari Vihara, terdengar nyaring suara doa dilantunkan bersamaan. Mengikuti arah datangnya suara yang mengarahkan kami pada sebuah tenda berukuran besar. Didalamnya beberapa biksu dan juga peziarah duduk bersama berdoa. Pada sebuah dinding terpajang sederet foto biksu suci, salah satunya Dalai Lama.

 

Wisata di Kathmandu Nepal

Kami mengunjungi beberapa Vihara kecil dan juga dompa di sekitar Boudanath. Banyak patung sang Budha didalamnya, foto foto para biksu suci, lilin dan dupa menyala. Para biksu berdoa. Ada yang terdiam sembari membaca kitab suci. Di tempat lain seorang biksu melantunkan doa dengan irama seperti sebuah nyayian. Sesekali datang penziarah membawa makanan untuk diberikan kepada biksu dan juga untuk sajian di meja altar sang Budha.

 

Kegembiraan berada di Boudhanath bagi kami adalah kedamaian, sedangkan bagi Najin adalah keberadaan kumpulan burung dara. Banyak sekali jumlahnya.  

 

Sebelum balik ke hotel, kami mampir ke toko souvenir untuk membeli celana khas Nepal. Tak lupa kami menyantap mie goreng ala Tibet di sebuah restoran dekat Boudanath.




 

Boudhanath Stupa

Menyudahi hari berkeliling mengunjungi wisata di Kathmandu seharian, mulai Swayambhunath, Telusuri Patan Durbar Square, Menatap Kematian di Kuil Pashupatinath dan Boudhanath, betapa negeri yang berjuluk negeri seribu dewa ini memiliki toleransi beragama yang tinggi. Kuil agama Hindu berdamping mesra dengan Stupa agama Budha. Mereka beribadah tanpa terusik satu dengan lainnya. Damai

 

 

 

Mengintip Annapurna Di Sarangkot

$
0
0


 

Sarangkot



Ketika Annapurna muncul menampakkan diri perlahan dari balik kabut tebal, saat itu pula sebuah harap dilangitkan

 

Jalanan meliuk menanjak membebat bukit. Sesekali menukik meluncur ke bawah. Ladang, pepohonan lebat dan jurang menemani di sisi jalan. Mobil city car tua yang kami sewa masih tangguh melewati medan perbukitan yang akan membawa kami menuju Sarangkot.

 

Sarangkot sebuah kawasan yang bertengger di perbukitan pada ketinggian 1600 meter. Terkenal sebagai destinasi wisata populer di Phokara, Nepal. Tawarkan panorama rantai pegunungan Himalaya, mulai dari Dhaulagiri, Anapurna dan Manaslu.

 

 

Semakin ke atas, kabut tipis menyergap. Dingin menyelimuti. Perbukitan yang lembab. Tak nampak lekuk pegunungan bersalju khas Himalaya yang saya damba. Sejenak Sarangkot terlihat tidak ada bedanya dengan suasana desa pegunungan di Indonesia.

 

Jalanan sepi. Sesekali nampak penduduk lokal berjalan kaki. Ada yang bermotor dengan membawa setumpuk rumput. Kami juga berpapasan dengan beberapa turis manca negara berjalan santai menapaki jalanan. Ada juga yang datang bersama guide dengan membawa peralatan paralayang. Beberapa tahun terakhir Sarangkot dikenal sebagai salah satu lokasi paralayang terbaik di dunia.

 

 

Sampai di hotel kami beristirahat sebentar, meluruskan punggung setelah lebih dari 8 jam perjalanan menggunakan bus dari Kathmandu ke Phokara. Kemudian langsung lanjut menuju Sarangkot yang memakan waktu sekitar satu jam an. Kebanyakan turis memilih tinggal di Phokara dibandingkan di Sarangkot. Pagi buta mereka berangkat ke Sarangkot menyaksikan Matahari terbit. Kami lebih memilih tinggal di Sarangkot, selain karena ingin menyesap hening dan dingin, juga karena pagi pagi buta tak perlu bermacet ria untuk menuju gardu pandang. Cukup bangun pagi dan jalan kaki.

 

Setelah cukup beristirahat dalam hotel, sore itu kami jalan kaki menuju gardu pandang. Letaknya tak jauh dari hotel. Melewati jalan setapak di sebelah hotel. Kemudian cukup mengikuti liuk jalanan setapak bertangga yang ada. Tidak terlalu melelahkan. Hanya saja hawa dingin merasuk ke dalam jaket membuat nafas terasa berat. Ditambah kabut tebal menyergap

 

Kami sampai di gardu pandang. Ada beberapa turis berdiri di sana. Di bawah sana nampak lembah lembah dengan aliran sungai yang lebar. Di sisi lain nampak danau Phewa yang luas di Phokara. Barisan bukit sambung menyambung tak berujung.

 

Srangkot Phokara

Tapi di mana penampakan Anapurna dan Machaphucare yang ikonik itu? Tentu saja terhalang kabut di balik perbukitan. Kami hanya bisa berharap keajaiban datang, kabut menghilang. Atau berharap Bruce all mighty datang, menghapus kabut kabut tebal dengan jemarinya. Pemikiran menggelikan yang membuat saya tersenyum sendiri.

 

 

Kami gerakkan kaki agar badan tetap hangat sambil menikmati waktu menatap lembah lembah dibawah sana. Semakin lama kabut tebal mengunci pemandangan. Kami kembali ke hotel dengan harapan besok kami kembali lagi menikmati matahari terbit dengan pemandangan spektakuler.

 

Hotel kami klasik. Cukup luas dan panjang. Dinding batu batu bata merah dibiarkan apa adanya tanpa polesan. Terdapat perapian kayu tradisional. Di ujung terdapat meja dan kursi kayu panjang. Pintu dan jendela kaca yang lebar membuat kami bisa menikmati pemandangan luar secara langsung.

 

Sarangkot Nepal

Sore hari kami habiskan duduk di depan hotel, melihat aktifitas warga setempat. Anak anak bermain. Malamnya kami habiskan dengan bercengkrama. Suasana sepi, khas pedesaan. Bagi yang menyukai ketenangan, membaca buku dan menulis, Sarangkot adalah tempat yang cocok.

 

Keeseokan hari, dalam kantuk kami berjalan kembali menuju gardu pandang. Dengan penuh harap, kami berjalan dalam gelap, dingin dan kabut. Lama Menunggu hingga mentari menyinari, kami masih disuguhi pemandangan yang sama, kabut dan kabut.

 

Pagi itu rasa lelah kami dihangatkan dengan semangkok bubur gandum yang terhidang di meja hotel. Gurih manis, kombinasi susu dan gulanya pas. Setelah menikmati bubur gandum hangat terenak yang pernah saya rasakan, kami bersiap kembali ke Phokara.

 

Bubur Gandum

Menunggu kedatangan bapak sopir, kami menunggu di teras hotel Menyaksikan kegiatan pagi penduduk setempak. Sambil mengumbar senyum kepada meraka. Tentunya tanpa lambaian tangan ala miss Universe.

 

“Hai ” panggil ibu pemilik hotel sembari menunjuk kearah atas

“Annapurna” lanjutnya dengan senyum mengembang

 

Ujung gunung berselimut salju diterpa sinar mentari pagi. Lambat laun kabut mulai turun, atap dunia itu semakin nyata dihadapan mata. Nampak begitu dekat. Bisa dibayangkan betapa besar dan angkuhnya pegunungan Himalaya. Seperti yang pernah saya lihat sebelumnya di Kashmir dan Manali. Ah, andai saja tidak ada kabut saya bisa menatap panorama seharian dari balik kamar hotel.

 

Menatap takjub, menahan tangan saya untuk mengambil kamera. Duduk terdiam menikmati kindahahan ciptaan Yang Maha Esa dengan kekaguman. Menikmati sejenak, lagi lagi berharap semua kabut menghilang, tapi Annapurna seolah muncul untuk menyapa saja.

 

You should came here again” Ucap pak Ram pemilik hotel

 

“I will” jawabnya saya dengan senyuman dan penuh harap

 

Mungkin Annapurna tak ingin saya menatapnya jauh. Mungkin Annapurna ingin saya menanjakinya, menyapa kehidupan desa desa kecil di sana. Bersama gerak roda kendaraan meninggalkan Sarangkot, ada harap jika kelak takdir membawa saya untuk bisa kembali ke Nepal

 

 

 

 

 

 

Merenda Tawa di Danau Phewa, Phokara

$
0
0

 

Phewa Lake Nepal

Setiap langkah menapaki kawasan danau terbesar kedua di Nepal ini ada tawa yang menghidupkan rasa


Dinginnya pagi menyelimuti ketika kami gegas berjalan meninggalkan hotel. Berbekal tiket yang sudah kami pesan melalui resepsionis hotel sehari sebelumnya, kami berjalan kaki menyusuri labirin kawasan Thamel menuju bus point. Mudah saja menemukan bus yang akan membawa kami menuju Phokara.

 

Terletak 200 Kilometer di sebelah Barat kota Kathmandu, Phokara yang berada di kaki Annapurna ditempuh dalam waktu kurang lebih 8 jam menggunakan Bus. Tentu perjalanan selama itu bakal membosankan bagi Najin. Sebelum berangkat, saya persiapkan beberapa camilan. Baterei handphone juga tablet penuh. Dalam bus tersedia wifi, tapi kondisinya ya gitu deh, putus nyambung kayak hubungan kamu dan dia.

 

Bus Ke Phokara


Perjalanan ke Phokara di dominasi dengan perbukitan. Jalanan naik turun meliuk membebat bukit. Sementara jurang menganga dengan dasar sungai yang deras dan bening. Desa jarang jarang dengan hamparan kebun, bukit, rantai pegunungan tak berujung menjadi pemandangan yang menyegarkan.

 

Dalam perjalanan kami berhenti di sebuah kedai makanan. Lumayan bersih. Ada banyak menu yang tersaji prasmanan. Sajian utama nasi dan roti. Lauknya kebanyakan menu vegetarian, ada sayur dengan bumbu kare dan mie goreng. Kami juga menyempatkan membeli jajanan khas Nepal.

 

Bus Dari kathmandu ke phokara

Alhamdulilah lancar sampai di Phokara menjelang sore. Phokara dikenal sebagai ibukota pariwisata Nepal. Menjadi pintu gerbang pendakian menuju deretan pegunungan Himalaya. Jadi nggak heran ketika kesini barengan sama turis dengan keril gede gede.

 

 

Sampai di terminal Phokara, kami langsung menyewa mobil menuju Sarangkot. Sehari semalam kami berada di kawasan perbukitan yang menawarkan tempat terbaik menikmati matahari terbit dengan panorama Annapurna, Dhaulagiri dan Maccapuchhere. Baru keesokan harinya kami kembali lagi ke Phokara.

 

Jelajahi Danau Phewa

 

Sesampainya di Hotel di Phokara kami disambut dua kegembiraan, pertama kami diperbolehkan check in lebih awal, yang kedua hotel kami di upgrade. Hotelnya bersih. Yang paling bikin hepi, balconi hotel menghadap langsung ke danau Phewa, danau terbesar kedua di Nepal.  

 

hotel budget di phokara

Kami langsung jalan jalan di sekitar danau yang paling banyak dikunjungi wisatawan di Nepal. Annapurna hanya berjarak sekitar 28 KM dari sini. Danau ini terkenal dengan cerminan puncak gunung Ananapurna, Daulagiri dan Maccapuchhere di permukaannya. Karena kabut kami tak melihat keindahan itu.

 

Kami jalan kaki menyusuri walking track di tepian danau. Banyak cafe dan juga warung sederhana di sekitar danau. Tinggal pilih sesuai budget. Ada juga tempat pengembangbiakan ikan. Bisa juga bermain kayak. Yang menjadi ikon adalah keberadaan Doonga yakni perahu dengan warna warni ngejreng yang parkir tepain danau. Perahu ini bisa kita sewa untuk menyusuri danau seluas 5 Km2.

 

Danau Phewa Phokara

 

Menuju Kuil di sebuah pulau di tengah danau Phewa

 

Di ujung walking track, sebuah dermaga kecil dan banyak penduduk lokal mengantri. Mereka adalah peziarah yang akan berkunjung ke kuil Tal Barahi yang berada di sebuah pulau di tengah danau. Tal sendiri berarti danau. Kami duduk diatas perahu bersama para peziarah yang datang dengan membawa sesaji. Bersama semilir angin yang berhembus, sebuah doa dan harap terpancar dari wajah mereka.

 

Suara lonceng terdengar dari kuil Hindu dua lantai yang dipersembahkan untuk Dewi Durga, pelindung para dewa. Kuil utama di Phokara ini ramai oleh peziarah. Di pulau kecil ini terdapat beberapa toko menjual berbagai souvenir. Seperti halnya waktu kami berkunjung ke Boudhanath, keberadan burung merpati yang jamak di sini menjadi keceriaan Najin. Sesekali kami bermain air dan menatap ikan di tepian pulau.

 

Phewa lake Phokara

 

Tempat wisata di Pkohara

Tal temple


Menikmati kelezatan pizza dengan yak cheese

Siang hari perut bergemuruh meminta jatahnya. Teringat seorang teman blogger berbagi cerita tentang kuliner wajib coba di Nepal, salah satunya adalah pizza dengan yak cheese. Yak adalah hewan semacam kerbau dengan bulu panjang lebat yang hanya dijumpai di daerah pegunungan Himalaya.

 

 

Beruntunganya, tak jauh dari hotel tempat kami menginap ada kedai penjual pizza. Kami memesan vegetarian pizza berukuran jumbo. Pizza dibuat fresh. Dibakar dengan menggunakan oven tradisional dari bahan bakar kayu. Aromanya sukses bikin ngiler.

 

Pizza dengan topping potongan bawang, paprika hijau dan lelehan keju yang banyak ini dihidangkan dengan pinggiran sedikit gosong. Rasanya gurih, nggak terlalu asin dengan teksturnya keju yang lembut. Dalam sekejap satu loyang pizza masuk ke dalam perut kami.

 

Setelah kenyang, kami jalan jalan kembali menyusuri jalanan utama kota Phokara sekalian mencari konter penjual tiket balik ke Kathmandu. Dibandingkan dengan Kathmandu, Phokara lebih tertib, tenang dan teratur. Jalannya luas. Trotoar lapang. Kanan kiri jalan berjejer hotel, aneka macam toko souvenir, baju, restoran, bar, agen perjalanan dan yang sukses membuat kami keluar masuk toko apalagi kalau bukan berbagai alat untuk pendakian.

 

 

makanan khas Nepal

 

 

Santai Sore Menatap Sunset di Pehwa

 

Sore hari kami bersantai di tepian danau Phewa. Tak seperti siang tadi, sore ini lebih banyak wisatawan mancanegara bersantai di tepian danau, ada yang jogging atau jalan sore, baca buku, menulis, ngobrol dengan teman atau sekedar melamun.

 

Bersama tenggelamnya matahari dari balik baris perbukitan, saya berharap bisa kembali mengunjungi danau Phewa dan tinggal lebih lama lagi. Setiap langkah menapaki kawasan danau ada tawa dan ketentraman yang saya rasakan.


Nepal 2016


Pagi Yang Mistis di Kota Kuno Bhaktakpur Durbar Square

$
0
0

 

 

bhanktakpur durbar square

Bhaktapur adalah kota kuno yang merupakan rumah bagi seni dan arsitektur tradisional, monumen bersejarah, kerajinan tembikar, kuil, adat istiadat lokal, budaya, festival, dan musik mistis

 

 

Saya menggeleng dengan senyuman ketika seorang penjaga meminta saya membayar tiket masuk seharga tiket lokal.

“Bangladesh?” tanya bapak penjual tiket

“No, We are from Indonesia” sambil menyodorkan passport

Ini adalah pertama kali saya mengunjungi sebuah tempat dan dikira dari Bangladesh. Sejak kemarin jalan jalan ke Kathmandu, Sarangkot dan Phokara bahkan ke negara lain biasanya mereka mengira saya dari Malaysia. Tak apa, mungkin perjalanan estafet, seminggu di Kashmir sambung jalan jalan Nepal telah membuat “tampilan” saya berubah.

 

Harga tiket masuk kota tua Bhaktapur Durbar square dibedakan antara warga lokal termasuk negara sekitar Nepal seperti India serta Banglades dan turis mancanegara. Lumayan, beda ratusan ribu. Teringat tiket masuk itu untuk biaya pemeliharaan, saya memilih untuk membayar sebagai turis asing. Apalagi Nepal barusan saja diporak porandakan oleh gempa, tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk memperbaiki beberapa situs yang telah hancur.

 

Kota tua Bhaktakpur yang masuk dalam warisan UNESCO tidak dilewati kendaraan bermotor. Saya pikir setelah membeli tiket kami bakalan jalan kaki menuju hotel yang berada dalam kawasan kota tua. Ternyata tidak, mobil yang membawa turis menuju atau menjemput hotel diperbolehkan masuk.

 

Dari balik jendela mobil, bangunan tua dengan warna tua yang khas tersaji sepanjang jalan. Kuil dengan deretan patung penjaga, bangunan bertingkat bergaya newari khas Nepal, kayu tua berukir membawa diri masuk dalam lorong waktu yang membawa ke masa lampau. Membuat kaki gatal untuk segera jalan kaki menjelajahi kota yang dijuluki kota Pamuja.

 

Melewati gang gang sempit diantara pertokoan dan rumah penduduk, sampailah kami di hotel yang sudah kami booking secara online sebelumnya. Hotel yang tak terlalu besar bernuansa vintage. Menapaki tangga kayu menuju kamar kami berada di lantai tiga. Berdekatan dengan roof top hotel.

 

 

Bhaktakpur Durbar Square

Setelah cukup beristirahat. Sore sebelum matahari tenggelam, kami santai sebentar sekitar hotel. Melihat aktifitas penduduk setempat. Banyak penjual sayur mayur. Penduduk berusia senja santai bercengkrama, sementara anak anak bermain bersama di durbar square. Sore yang menenangkan.

 

Mentari tenggelam di ufuk barat menyisakan malam yang terasa sunyi dan sepi. Lelah membuat kami tidur lebih awal. Berharap kesunyian membawa kedamaian, tapi lolongan anjing yang panjang bersautan membuat saya terbangun tengah malam. Rasa begidik menyelimuti. Membuat saya terjaga hingga pagi menyapa.

 

 

Teng teng teng sura lonceng dari kuil terdengar nyaring. Saya buka jendala. Mentari mulai menyapa. Menatap sekeliling, beberapa wanita melakukan puja di halaman rumah. Menatap Najin yang masih tertidur lelap. Nampak lelah. Tentu saja, kami datang Ke Bhaktakpur setelah dari Phokara dengan lama perjalanan sekitar 10 jam dalam bus. Tak ingin mengganggunya, saya menuju ke roof top hotel untuk menyambut mentari pagi.

 

Semburat jingga muncul dari balik baris perbukitan yang memeluk kota kuno Bhaktakpur. Perlahan menyinari atap atap kuil yang tegak menjulang ke langit langit. Kota kuno Bhaktakpur yang merupakan satu dari tiga durbar yang bersemayan di lembah Kathmandu nampak lebih magis dan mistis.

 

Seiring mentari meninggi, suara lonceng dari kuil semakin sering terdengar. Dari atas sini nampak penduduk lokal membawa sesaji menuju kuil. Gatal kaki ini ingin turun untuk menyaksikan prosesi keagamaan di kuil. Saya kembali ke kamar. Bersiap siap sekalian menunggu hingga Najin bangun.

 

Taumadhi Durbar Square

Bhaktakpur Nepal


 

Kota tua Bhaktapur terbagi atas beberapa Durbar Square yang menjadi pusat kegiatan masyarakat lokal. Mulai Taumadhi Square, Bhaktakpur durbar square, Dattatreya Square dan Pottery Square. Letak masing masing durbar square berdampingin satu dengan yang lainnya.

 

Hotel yang kami tempati berdekatan dengan Taumadhi Durbar square. Dikenal sebagai area pasar jalanan. Pagi itu ketika kami keluar hotel, deretan penjual sayur mayur terlihat di sepanjang gang. Di Tumadhi durbar banyak dijumpai penjual bunga.

 

Geliat pagi aktifitas keagamaan masyarakat terpotret dihadapan kuil Nyatphola. Dalam bahasa Newari Nyatphola berarti lima cerita atau simbol dari lima elemen dasar. Pondasi candi dibuat lebih lebar dari pada alasnya. Hal ini dipercaya membuat kuil batu setinggi lima lantai setinggi 30 meter ini selamat dari gempa bumi tahun 1934 dan 2015.

 

Nyatphola Nepal

 

Nyatphola temple

Kuil tingkat lima yang dibangun oleh Raja Bhupatindra Malla merupakan kuil terbesar dan tertinggi di Nepal. Kuil Dibangun pada tahun 1702 memiliki kesempurnaan arsitektur dan keindahan artistik yang luar biasa. Hal ini nampak dari keseluruhan ukiran kayu yang menopang indah disetiap sudut dan atap kuil.

 

 

Kuil yang terkenal dengan nama "Pancha Tale Mandira" ini di dedikasikan untuk Dewi Shiddhilaxmi. Terdapat Arca-arca yang berjejer di kedua sisi anak tangga. Ada lima tingkatan arca yang dibangun sebagai penjaga candi dan dewi yang bersemayam. Masing-masing penjaga di kedua sisi sepuluh kali lebih kuat dari yang di bawahnya. Di alas paling bawah adalah pegulat Jayamel dan Phattu. Di atas mereka ada dua gajah, diikuti oleh dua singa, lalu dua griffin dan terakhir dewi tantra Byaghrini dan Singhini. Konon, dibutuhkan waktu hingga tiga generasi untuk menyelesaikan candi.

 

 

Nyatphola  tmple Bhaktakpur

Ketika menaiki tangga rasanya dag dig dug ser. Bukan apa apa tapi karena kemiringan tangga lumayan tajam. Kita bebas menaiki tangga tapi tidak diperbolehkan memasukinya. Kuil terbuka hanya setahun sekali pada saat festival.


Selemparan mata ada Kuil Bhairabnath. Kuil ini nampak sibuk dengan kerumuman peziarah. Warga berbondong bondong datang kemari dengan nampan sesaji berisi bunga, daun buah dan kelapa. Dari kuil inilah lonceng dibunyikan terdengar hingga ke ke seluruh gang gang di sekitar durbar square.

 

Ukuran loncengnya lumayan besar. Dengan dua bauh patung penjaga di sebelahnya. Taburan bunga memenuhi bagian depan kuil. Beberapa melakukan persembahan dengan memotong ayam. Merasa tidak nyaman dengan darah dimana mana, saya meminta Najin untuk berpindah. Najin justru merasa biasa saja, malah dia meminta saya untuk membunyikan lonceng. Duh, Gusti!

 

 

Taumadi Durbar Square

 

 

Bhakatakpur Durbar Square

 


Menjelang siang kami berjalan melewati lorong pertokoan menuju Bhaktakpur Durbar Square. Dikenal sebagai rumah bagi seni dan arsitektur tradisional, monumen bersejarah dan kerajinan tangan, jendela megah, industri tembikar dan tenun, kuil yang sangat bagus, kolam yang indah, adat istiadat lokal yang kaya, budaya, agama, festival, dan musik mistis. Bhaktapur adalah kota kuno yang terpelihara dengan baik yang dengan sendirinya merupakan dunia untuk dijelajahi bagi wisatawan.

 

Sepertinya Patan Durbar Square, Bhaktkapur dahulunya merupakan pusat pemerintahan Raja Malla. Bahkan yang terbesar dari ketiga Kerajaan Malla yang berada di lembah Kathmandu. Menjadikanya ibukota Nepal selama kerajaan Malla berkuasa hingga pertengahan abad ke 15.

 

Dibandingkan dengan dua kerajaan Malla lain yaitu Patan dan Kathmandu, secara historis Bhaktakpur Durbar Square lebih terisolasi. Jaraknya lebih jauh. Tapi lebih luas dan menawan. Durbar square yang sangat luas ini dikelilingi dengan deretan kuil dengan arsitektur berbeda. Ada yang bergaya newari dipenuhi dengan ukiran kayu yang rumit. Dan ada pula yang bergaya India. Masing masing kuil yang dipersembahkan untuk para dewa berbeda.

 

Sebagian kuil ada yang masih tegak berdiri. Sebagain rusak dihantam gempa. Dan ada yang benar benar hanya meyisakan pondasi bagian bawah saja.

 

Diantaranya banyak bangunan yang paling terkenal dan terindah adalah 55 jendela yang merupakan istana Raja. Halaman istana ini paling luas dan terawat. Dibangun pada masa pemerintahan Raja Malla Bhupendra Malla yang memerintah dari 1696 hingga 1722 M.

 

Golden gate

Golden gate Bhaktakpur


Berdekatan dengan istana raja, terdapat Golden gate yang terkenal. Gerbang yang megah dan indah ini dibangun oleh para pengrajin yang tangannya dikatakan telah dipotong setelah diselesaikan oleh raja Bhadgoun yang iri sehingga tidak ada lagi mahakarya seperti itu yang dapat direproduksi

 

Dattatreya durbar square

  

Di ujung timur, Kuil Dattatreya menarik perhatian. Awalnya dibangun pada tahun 142, Kuil Dattatraya setua Istana Lima Puluh Lima Jendela.

 

Candi Dattatraya bergaya pagoda tiga lantai, dengan patung-patung trinitas Hindu, (Brahma sang pencipta, Wisnu sang pemelihara, dan Siwa sang perusak). Dibangun pada masa pemerintahan Raja Yaksha Malla (1428 M - 1482 M) dan dibuka untuk umum sekitar 1486 M, hanya setelah kematiannya.

 

Candi ini, menurut kepercayaan masyarakat, dibangun dari sebatang kayu dari satu pohon. Di pintu masuk ada dua patung besar pegulat Jaiput, Jaimala dan Pata (seperti di Kuil Nyatapola), sebuah "Chakra", dan patung logam Garuda, dewa seperti burung. Di sekitar kuil terdapat panel berukir kayu dengan dekorasi erotis. Kemudian diperbaiki dan direnovasi oleh Raja Vishwa Malla pada tahun 1548 A.D.

 

 

 

Pottery Square

Poetry Square Bhaktakpur


 

Terakhir kami mengunjungi Pottery Durbar Square. Pusat pembuatan tembikar di Bhaktakpur. Melihat penduduk setempat mengukir tanah lihat menjadi patung hingga peralatan yang digunakan untuk keseharian menjadi hal yang menyenangkan. Hasil kerajinan kemudian dikeringkan di pusat alun alun. Disekitar sini juga banyak penjual kerajinan yang bisa dijadikan oleh oleh.

 

Meski lelah tapi kaki ini masih ingin menjelajah lebih. Masih banyak tempat tempat sakral, unik dan mistis yang belum kami kunjungi di kota Tua ini. Mengingat Najin yang sudah lelah dan lapar, kami kembali ke hotel menikmati makan siang. Hingga taxi datang mengantarkan kami ke kathamndu.

 

Kelak jika suatu saat saya bisa kembali Nepal. Ingin kembali menikmati magisnya pagi berteman aroma bunga dan suara lonceng dari kuil kuil tua.


Jelajah Nagarkot, Pedesaan Berselimut Awan di Nepal

$
0
0


Nagarkot

Nagarkot berada di atas perbukitan  terkenal sebagai salah satu spot sunrise terbaik di Nepal

 

Itinerary perjalanan ke Nepal saya buat menyenangkan dan santai. Biar Najin nggak bosen dan menikmati perjalanan. Setiap harinya tempat yang kami kunjungi bervariasi, setelah jelajah kota tua selanjutnya jelajah alam. Untung saja, letak wisata di Nepal juga sangat mendukung. Searah. Jadinya nggak harus bolak balik.

 

Kemarin setelah jelajah kota tua Bhaktakpur, hari ini kami menuju ke arah Timur Nepal. Menuju wilayah perbukitan Nagarkot. Berada di ketinggian 2195 meter diatas laut  terkenal sebagai salah satu spot sunrise terbaik di Nepal. Tentu dengan panorama deretan pegunungan Himalaya yang epik.

 

Karena semalaman saya tidur tak nyenyak karena lolongan anjing, dalam perjalanan mata ini terlelap. Begitu pula Najin dan Mbak Andri mereka juga tertidur lelap. Sesekali terbangun menatap keluar. Angin berhembus begitu segar.  

 

Mata ini melek ketika jalan mulai menanjak. Sawah, gandum menghampar menghijau. Bukit bukit memeluk persawahan dengan gagahnya. Udara semakin bersih dan sejuk.

 

Pedesaan Nagarkot memang cakep. Berada di ketinggian 200 Meter diatas permukaan laut. Menawarkan pemandangan lembah Kathmadu. Lembah yang mengayomi tiga durbar square terkenal yang dahulu menjadi pusat kerajaan.

 

Lokasinya yang strategis berada di ketinggian menjadinya  tempat untuk mengawasi keamanan sekitar kerajaan. Suasana yang sejuk juga digunakan keluarga istana sebagai tempat wisata saat musim panas tiba. Hingga kini Nagarkot dikenal sebagai destinasi populer dikalangan wisatawan mancanegara.

 

Hotel At the end of Universe

Dengan kontur perbukitan, Nagarkot dipenuhi dengan hotel hotel yang berjajar di punggung bukit. Salah satunya Hotel At The End of Universe yang menjadi pemberhentian perjalanan kami. Dengan gegas kami menanjaki tangga menuju lobi hotel yang berada di atas bukit.

cheap hotel at nagarkot


Hotel di Nagarkot


Hotel at the end of universe


 

Hotel At the end of Universe, selain namanya bikin penasaran hotel ini kami pilih karena reviewnya bagus. Menjadi rekomendasi banyak teman traveller. Foto foto hotel juga cakep banget. Berada di ujung bukit berteman deret perbukitan.

 

Ada beberapa pilihan kamar mulai yang private sampai dorm. Sederhana terbuat dari batu bata dan kayu. Lebih mirip dengan villa dengan kamar yang berpencar pencar. Rindang dibawah pepohonan. Kamar terasa lembab dan dingin.

 

Berada di ujung ketinggian. Hotel ini menawarkan view baris pegunungan Himalaya dari berbagai arah. Cukup duduk santai di beberapa kursi di halaman hotel bisa melihat cakepnya pegunungan. Bikin betah. Cocok buat duduk santai dan bermalas malasan. Beberapa turis datang kemari untuk menatap keindahahan baris pegunungan.

 

Saat asyik duduk santai menatap panorama sekitar tetiba “Hai Boy, come here“ membuat kami bertiga menghentikan lamunan. Pegawai hotel mendatangi dengan senyuman dengan membawa permainan tradisional. Najin gegas berdiri menyambut dengan senyuman. Mereka kemudian menunjukkan ke Najin bagaimana cara memainkannya. Saya lupa apa nama permainan ini di Nepal. Permainan nampak mudah ini ternyata cukup susah.


 

Nepal

Malam hari suasana hening dan dingin banget. Makan malam kami nikmati di restoran hotel yang dipenuhi dengan wisatawan bule bercengkrama. Kami satu satunya tamu hotel dari Asia. Semakin malam semakin dingin dengan hembusan angin yang bikin kami katu’en. Kami lebih memilih menghabiskan malam dalam hotel berteman kesunyian dan kenangan.

 

Tak lama kemudian suara glodakan menyapa. Kamar yang kami tempati terdiri dari dua lantai. Diatas kamar kami, masih ada satu kamar lagi. Dihuni oleh pasangan bule. Terdengar suara glodakan dan kayu yang berdenyit. Semakin lama semakin gaduh dan tawa. Tanpa desahan. Syukurlah, kalau iya, saya langsung ngungsi, bawa anak woi.

 

 Lets get lost at  Nagarkot

Nagarkot


 

Bukan saya kalau nggak hobi menyasarkan diri. Sore hari setelah shalat Ashar, tanpa banyak aktifitas kami memutuskan jalan jalan sore keliling desa di sekitar hotel. Tanpa tahu mau kemana. Tanpa peta. Hanya mengikuti naluri.

                                                

Jalanan sekitar hotel ini seperti halnya jalanan perbukitan, berkelok kelok. Naik turun. Ditemani rimbun pepohonan kanan dan kiri. Rindang dan sejuk. Dan tentu jurang menganga dibawah sana.

 

Banyak hotel hotel baru mulai dibangun. Rumah jarang jarang. Jalanan sepi. Hanya seesekali beberapa penduduk lokal melintasi. Ada warung warung sederhana. Penduduk lokal cangkruk. Sapaan ramah tersunging dari bibir kami.

 

Semakin jalan jauh, jalanan semakin sepi. Nggak takut sama sekali. Pepohonan di kanan kiri semakin rimbun. Jalanan naik turun membuat nafas naik turundalam irama yang masih beraturan. Tak kami temui wisatawan sama sekali. Sesekali kami berpandangan, apakah lanjut menyusuri jalan atau pilih balik ke hotel.

 

Kepalang tangung, sudah jalan sore, lagian juga tak banyak yang bisa kami lakukan di hotel. Sore itu Pegunungan juga tertutub awan puth tebal. Dah lah, Lanjut nyasar aja.

 

Setelah melewati sebuah kelokan jalan, tetiba muncul di hadapan kami perbukitan  tak berujung. Bukit dengan lekuk lekuk yang mirip dengan kue pie terbalik. Mengingatkan saya akan gunung Batok yang berada di sebelah gunung Bromo

 

Kami saling menatap dan tertawa riang. Memotret. Duduk santai menikmati perbuktian dengan desa desa dibawahnya. Dan beberapa turis menyapa, rupanya mereka menghabiskan sore dengan jalan sehat sekalian explore pedesaan dibawah sana. Ini yang selama ini jarang saya lakukan ketika travelling, jalan sampai gempor sih sering tapi pagi atau sore niatin explore sekalian olah raga itu jarang banget.

 

 

 

Menyambut Mentari Pagi di Nagarkhot Tower

Sunrise at nagarkot


 

Mam, its time to go now” seorang laki laki mengetok pintu hotel. Kami terbangun. Kami seharusnya sudah siap jam 5 pagi, tapi kami masih terbangun, belum siap siap.

 

Akhirnya kami berangkat apa adanya. Berangkat dengan baju tidur yang kami pakai. Saya sendiri mengenaka long john berlapis gamis. Najin juga menggunakan inner wear hangat dan kaos. Kami cabut dengan menyambar jaket tebal dan sweater. Begitu pula Mbak Andri, cukup menyambar jaket.

 

 

Good morning” sambut mbak bule dalam mobil. Duh malunya, mbak Bule dah nungguin kita. Dah cakep dan rapi  menggunakan baju sport tanpa jaket. Kami hanya bisa tersenyum melihat diri sendiri yang mengenakan pakaian dobel dobel. Kita yang alay atau mbaknya yang kebal?

 

Jalanan begitu sunyi. Rumah rumah penduduk desa masih tertutup rapat. Jalan diterangi temaram lampu. Dingin menusuk tulang.

 

Setelah sampai, kami menanjaki anak tangga yang landai menuju perbukitan. Embun dingin keluar dari hidung dan mulut kami. Nggak sabar rasanya sampai disana dan menikmati pagi dengan pemandangan yang wow!

 

Sampai diatas bukit disambut sebuah menara pandang. Lumayan tinggi besar dengan tangga besi. Diatas menara ini tersedia tempat untuk menikmati pemandangan.

 

Nagarkot Tower Nepal




Menatap menara saya hanya bisa tertawa ngakak dalam hati. Bagaimana saya menapaki tangga menara yang lumayan tinggi dengan mengenakan gamis. Kesrimpet, mampus!

Dalam ragu saya cancel rencana naik menara pandang. Toh dari atas bukit sini bisa lihat pemandangan yang tak kalah cakep. Lagian Najin juga nggak mau naik menara, takut dan terlalu tinggi baginya.

 

Tapi lama kelamaan hati ini terusik “dari ini saja bagus, apalagi dari atas sana” “Woi, jauh jauh kesini dalam dingin cuman berhenti disini, naik sono” Duh kegilaan apa lagi ini. Setelah mbak Andri turun dari menara, saya bergantian nekat naik keatas.

 

Nagarkot best sunrise spot

Bismillah, perlahan dengan kamera DLSR nyelempang ke tubuh, saya menaiki tangga perlahan. Tangga besi tegak ini lumayan bikin jantung copot. Tangan dan kaki berirama menapaki tangga besi satu persatu. Terasa licin.

 

Saya hempas rasa takut yang ada dipikiran saya tentu saja sunrise dengan panorama epik deretam pucuk pegunungan Himalaya. 8 dari 13 puncak terlihat dari menara pandang, mulai dari Annapurna, Manaslu, Ganesh Himal, Langtang, Jugal Rolwaling, Numbur termasuk paling terkenal, Everest.  Dibandingkan spot lainnya, Nagarkot menawarkan view paling lebar dan paling mantap.

 

Dengan rapalan doa, rasa percaya diri setengah setengah akhirnya sampai jumpa di puncak menara pandang. Dan sialnya bukan pemandangan dalam angan yang saya dapatkan, yang terlihat hanyalah lautan awan. Negeri diatas awan bahasa kerennya. Deretan puncak pegunungan Himalaya tertutup awan.

 

Nasib sial memang, di Sarangkot beberapa hari lalu kami juga tidak bisa menikmati puncak Annapurma karena kabut tebal. Dan hari ini nasib sial masih menghantui. Nasib! Nasib!

 

Jika menatap jauh kesana hanyalah gumpalan awan, coba noleh kanan kiri, siapa tahu cerah, banyak bule cakep. Hahaha. Dan benar saja, lirik kanan kiri  dengan elegen banyak mas mas bule cakep dalam balutan jaket tebal. Lumayan penyegaran mata. Astaghfirullah!

 

Tak banyak bicara, kita semua diatas sini terdiam dalam harap. Sapuan doa yang menghapus awan. Seiring mentari semakin meninggi dan wow, barisan pucuk pucuk dunia menampakkkan diri meski malu malu. Semua saling menatap dan tersenyum. Meski tak terbuka dengan sempurna, saya cukup bersyukur diberikan kesempatan menatap keindahan itu.

 

Tak ingin Najin dan Mbak Anri menunggu lama, Saya akhirnya turun dari menara pandang. Bercengkrama sebentar dan tentu saja mengambil pemadangan dalam lensa kamera.

 

Sebelum balik ke mobil, kami menikmati berapa jajanan disini. Ada penjual mie, jajanan, makanan  teh hangat dan lain lain yang lokasinya berdekatan dengan tempat parkir

 

Setelah masuk mobil, kami langsung pulang. Saya tanyakan ke pak sopir, dimana mbak yang tadi? Dia bilang klo dia bakalan jalan sehat dan kembali ke hotel dengan jalan kaki. Keren! dari si mbak bule saya terinspirasi melakukkan hal yang sama, meski sering jalan kaki ketika jalan, niatkan juga pagi hari untuk olah raga jalan pagi sambil jelajah tempat. Semangat!

 

Kembali ke hotel, kami siap siap packing menuju ke Kathmandu. Kami tak sabar menunggu banyak kejutan perjalanan jelajah kota tua Kathmandu. Meninggalkan Nagarkot rasa sedih atau kecewa kami hempaskan, kami membesarkan hati bahwa kami akan kembali suatu hari nanti. Semoga!

Viewing all 174 articles
Browse latest View live