Menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan masyarakat di Jawa memiliki sebuah tradisi yang unik. Tradisi yang sarat akan makna dan kebersamaan. Tradisi yang biasa dilakukan di minggu terakhir bulan Sya’ban ini dikenal dengan nama Megengan.
Megengan berasal kata Megeng yang berarti Nahan. Tradisi Megengan sendiri berarti mengingatkan diri kita bahawasanya bulan suci Ramadhan semakin dekat. Dimana pada bulan ini kita umat muslim yang beriman diwajibkan untuk berpuasa. Menahan Nafsu dan dahaga. Pada dasarnya hidup ini dipenuhi dengan deretan nasfu yang tak perna terpuaskan.
Dalam tradisi megengan ini dimulai dengan mengirimkan doa untuk Orang tua yang telah wafat. Umat Islam berduyun duyun mendatangi kompleks pemakaman untuk mendoakan sesepuh yang sudah meninggal dunia. Sesuai dengan hadist Nabi SAW, Bahwa ketika seseorang sudah meninggal dunia maka terputuslah segala amalan kecuali tiga hal : Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat sesudahnya dan Anak soleh yang mendo’akannya.
Tradisi megengan juga diwarnai dengan rasa syukur dengan membagi bagikan kue apem kepada tetangga. Apem sendiri berasal dari kata Afwum yang berarti meminta maaf. Secara tidak langsung Kue apem berarti ungkapan permintaan maaf kepada tetangga.
Kebetulan saya sampai ke tanah air tiga hari menjelang bulan suci Ramadhan. Pagi pagi sekali para tetangga di kampung saling memberi kue apem. Subhanallah, rasa kekeluargaan (Guyub ) dan damai terasa.
Kue Apem sendiri terbuat dari tepung beras ketan putih, santan, gula dan garam. Dahulu waktu saya masih kecil kue apem ini dibuat dengan Cetakan Kue Tradisional. Bentuknya cuman satu macam yakni berbentuk bulat cembung. Sekarang ada berbagai macam berbentuk kue apem seperti bentuk love, bunga dan beberapa bentuk unik lainnya. Rasanya juga beda. Bukan hanya dari tepung ketan putih, juga terbuat dari tepung dan mentega. Jadi rasanya lebih bervariasi.
![]() |
Kue apem dengan berbagai bentuk dan rasa |
Saya berselancar ke beberapa web mencari informasi tentang asal muasal tradisi Megengan. Sebenarnya dalam syariat Islam tidak ada hukum atau tradisi Megengan. Tradisi ini bermula dari salah satu Wali Songo penyebar agama Islam di pulau Jawa yaitu Sunan Kalijaga.
“Kue ini namanya afwum, artinya maaf maka dengan kue ini berilah maaf dan mintalah maaf kepada tetangga dan saudara-saudaramu yang ada disekitarmu, karena Allah suka akan hamba-Nya yang suka memberi maaf dan mau saling memaafkan.”
Sejak itulah tradisi megengan berjalan turun temurun hingga saat ini. Meski Ramadhan telah berlalu dan saat ini masih dalam Nuansa Idul fitri sekalian saya meminta Maaf kepada seluruh shabat dan pembaca semua.
“Mohon Maaf Lahir Batin Semoga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun Depan”