Masjid pertama kali di dunia dengan nama Cheng Hoo ini memiliki arsitektur kombinasi gaya Jawa, Tiongkok dan Timur Tengah
Menelisik tentang petilasan laksamana Cheng Hoo di Indonesia ini lebih menarik dibandingkan dengan negeri dimana beliau dilahirkan. Di Semarang terdapat Klenteng yang didedikasikan khusus kepada beliau, tapi tidak di negerinya. Di Surabaya sendiri terdapat Masjid Muhammad Cheng Hoo, yang merupakan Masjid petama kali di dunia dengan nama Cheng Hoo.
Menarik bukan? Meski sedikit aneh juga. Disisi lain Klenteng yang digunakan peribadatan Agama Budha dan sisi lainnya sebuah Masjid tempat Umat Muslim beribadah. Tapi Jika kita menarik garis merah dan sejarah, maka keunikan tentang Sang laksamana penakluk Samudra ini terjawab sudah. Setelah bertandang ke Klenteng Sam Poo Kong di Semarang bulan Agustus lalu, rasa penasaran menggiring saya bertandang ke Masjid Cheng Hoo Surabaya ini.
Kebetulan bioskop di Surabaya lagi memutar film Everest. Saya dan keluarga saya, Erlita berencana menyaksikan ketegangan film Everest setelah mengunjungi Masjid Cheng Hoo. Dengan menunggangi si kuda Hitam Revo, kami menembus kepadatan jalanan Surabaya ketika semburat jingga mulai menyapa di Ufuk Barat. Masjid Cheng Hoo ini bisa dijangkau melalui Jl. Kusuma Bangsa (THR) atau melalui Balai Kota Surabaya. Berjarak sekitar 1 KM dari Sate Klopo Ondomohenyang melegenda itu.
Sampai disana, sebuah gedung bertingkat menyapa. Saya mengernyitkan dahi dan mengundang tanya. Erlita yang sudah berkunjung kesini sebelumnya mengatakan bahwa letak Masjid Cheng Ho ini berada di belakang Gedung. Ketika saya memarkir sepeda seolah mengiyakan apa yang dia katakan, halaman Masjid Cheng Hoo ini sebuah lapangan olah raga dengan hangar diatasnya yang berada tepat di belakang gedung.
Masjid Muhammad Cheng Hoo yang diresmikan tanggal 28 Mei 2003 ini sekilas nampak seperti sebuah klenteng. Peletakkan batunya sendiri dilakukan pada tahun 2001 bertepatan dengan hari Isra’ Mi’raj. Masjid berdiri diatas lahan seluas 21 x 11 m2. Dan luas Bangunan 11 x 9 m2. Angka 11 adalah ukuran Ka’bah saat baru dibangun. Sedangkan angka 9 melambangkan Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Didominasi warna merah dengan kombinasi warna kuning dan hijau. Terdiri atas satu lantai dengan ornamen 3 tingkat ditengahnya. Diujungnya sebuah Mozaik keemasan berlafazdkan Tuhan pecipta Semesta, Allah. Bentuk bangunan mengingatkan saya akan gaya bangunan di negeri Tiongkok.
Sebelum menuju Masjid saya membaca prasasti Cheng Hoo yang menempel di Tembok Gedung. Disana tertulis bahwa Cheng Hoo (Zheng He, 1371 – 1435) mempunya marga asli “MA” atau Muhammad dan bernama He (yang berarti damai) alias “San Bao” (Berarti anak tersayang ketiga). Selain itu beliau juga terkenal sebagai kasim “San Pao” (ejaan menurut bahasa Fujian). Klenteng Sam Poo Kong yang berada di Semarang diambil dari nama ini.
Cheng Hoo adalah keturunan etnis (suku) “Hui” yang berasal dari Xi Yu (Bhukara di Asia Tengah yang kini termasuk dalam Propin Xinjiang). Suku ini turun menurun menganut agama Islam. Kemudian mereka pindah ke Kunming, Propinsi Yunan, Tiongkok Barat Daya dan menetap disana.
Masjid Cheng Hoo ini yang memiliki arsitektur perpaduan gaya China, Jawa dan Timur tengah ini berdampingan dengan sebuah taman mungil. Taman dihiasi kolam dengan sebuah replika kapal mengapung diatasnya. Berlatar belakang tembok dengan sebuah lukisan batu menggambarkan wajah sang Laksama dan panorama negeri Tiongkok.
Konon dikisahkan bahwa salah satu nenek moyangnya adalah Zaldinsyeh Samsuddin, Seorang Raja di Xian-Yang Propinsi Yunan.Dan nenek moyangnya bernama Bai An. Kakek dari Cheng Hoo yang bernama Medina dan ayahnya Myrikin. Merak sudah menunikan Haji di Mekkah sehingga mereka secara terhormat dipanggil “Hazhi” (Haji dalam bahasa Indonesia). Ayahnya yang dipanggil dengan Ma Hazhi terkenal sangat baik dan murah hati. Suka membatu yatin piatu, janda, fakir miskin hingga disegani oleh penduduk setempat.
Sejak kecil Cheng hoo dikenal cerdas dan rendah hati. Pada saat dewasa watak pembawaanya berkembang menjadi sangat cakap, tampan, tulus, simpatik dan pandai bergaul. Wawasan dan visinya yang jauh kedepan sangat jernih dan mantap, mudah dipahami dan diikuti.
Atas perintah Dinasti Ming yang saat itu berkuasa, pad tahun 1405, Cheng Hoo ditunjuk sebagai Laksamana dari pasukan laut kerajaan dan sejak itu dimulailah perjalana akbar mengarungi 7 samudra. Untuk memenuhi tugasnya menjalin hubungan baik, mengembangkan budaya, perdagangan serta menjalin komunukasi dengan negara negara lain di dunia, beliau membawa pasukan terbesar pada saat itu. Terdiri dari 27.800 orang dan lebih dari 100 kapal.
Terdapat tiga pintu yang berada di tengah, kanan dan kiri Masjid. Ketiga pintu ini terdiri atas tiga lengkung pintu yang sekaligus berfungsi sebagai aliran udara. Pintunya terbuka tanpa penutup berwarna kuning cerah. Kami masuk melalui pintu sebelah kanan yang berada tepat disamping kolam. Sebuah bedug menggantung diatas. Deretan tiang warna merah cerah menyanggah atap Masjid.
Bagian dalam Masjid ini terdiri atas tiga bagian dengan sebuah sekat besi berukir. Bagian tengah dimana mighrab berada letaknya lebih tinggi dari bagian kanan dan kirinya. Bagian kanan digunakan untuk jamaah perempuan. Lantainya dibungkus dengan karpet hijau yang tebal. Sementara langit langitnya berwarna hijau tua dengan deretan garis kayu warna merah dan kuning.
Untuk menuju bagian tengah terdapat 5 undakan. Lima disini melambangkan rukun Islam. Jika kita masuk dari kiri, dari sana terdapat 6 undakan yang melambangkan Rukun Iman. Mighrab Masjid dibingkai dengan dua tiang berwarna kuning keemasan. Diatasnya sebuah kayu berukir dengan dekorasi Jawa.
Langit langit Masjid membentuk 8 sisi dengan dekorasi menawan. Angka 8 artinya melambangkan Patkwa, dalam bahasa Tinghoa yang berarti Keberuntungan atau Kejayaan. Langit langit ini membentuk tiga tingkatan sesuai yang kita lihat dari luar. Menggantung sebuah lampu gantung hias yang cantik.Sekilas nampak kecil tapi Masjid Cheng Hoo ini bisa menampung hingga 200 Jamaah.
Cheng Hoo merupakan muslim yang taat dan saleh. Juru damai yang ulung dalam menciptakan hubungan yang yang baik dengan negara negara di Asia dan Afrika. Cheng Hoo juga baharian terbesar dalam sejarak bangsa Tingkok. Juga seorang perintis dalam navigasi dunia. Tercetat dalam sejarah, beliau memulia perjalanan laut jauh lebih awal dari bangsa Eropa. Yakni 87 tahun lebih awal dari Columbus. 92 tahun lebih awal dari Vasco de Gamma dan 116 tahun lebih awal dari Magellan.
Selama 600 terakhir, tempat tempat yang pernah dijelajahi oleh Laksamana Cheng Hoo masih dapat ditelusuri dan diakui secara universal. Untuk memonumentalkan catatan dan fakta perjalanan sejarah sebagai baharian yang jaya, utusan perdamaian terpuji dan juga seorang muslim yang taat dan Soleh, maka umat muslim di Surabaya membangun Masjid Laksamana Muhammad Cheng Hoo.