Perjalanan hidup seorang anak yatim piatu hingga membangun perusahaan raksasa di Indonesia
Aroma cengkeh menelusup kerongga hidung sesaat setelah kaki saya melewati pintu kaca dihiasi mozaik penuh warna. Nuansa homieterasa begitu hangat dengan kolam air dipenuhi ikan koi. Berbagai furniture tua dan dekorasi vintage memenuhi ruangan. Romansa tempoe doeloe menyeruak dengan deretan foto keluarga berwarna hitam putih memenuhi dinding ruangan, silsilah keluarga pendiri Sampoerna.
Seorang pemandu mengenakan seragam warna hitam menyapa dengan senyum ramah. Para pemandu yang disediakan secara gratis ini mengajak saya beserta rombongan lain menembus waktu, menyesapi cerita kehidupan seorang anak yatim piatu hingga menjadi pengusaha sukses dengan semangat kerja keras yang tak kenal waktu. Barang barang disini seolah menjadi saksi bisu sebuah perjuangan yang tak kenal lelah untuk mewujudkan cita cita.
Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna menjadi anak yang mandiri ketika menginjak umur 11 tahun. Meninggalkan keluarga angkatnya di Bojonegoro, si anak yatim piatu mulai bekerja di kereta api. Hidup menggelandang. Ia menjajakan makanan yang dibawa dengan sarungnya kepada penumpang kelas bawah dalam perjalanan antara Jakarta dan Surabaya.
Seeng Tee muda menghabiskan waktu selama 18 tahun lamanya melompat keluar masuk gerbong gerbong kereta yang berjalan kala malam buta. Dengan membawa seluruh “harta” yang dimiliknya terikat di punggungnya. Beralaskan kanvas untuk tidurnya. Ketika tabungannya cukup, beliau membeli sepeda bekas dan mulai menjajakan usaha baru dengan berjualan arang di Surabaya. Hingga memiliki perusahaan rokok di Kota Pahlawan ini.
![]() |
Seperti inilah awal mulau usaha Liem See Teng |
![]() |
Sepeda kenangan diawal memulai usaha |
Kedua sepeda ini ditemukan dirumah peristirahatan beliau di Prigen, Jawa Timur, sekitar satu jam dari Surabaya tempat Museum of Sampoerna. Diyakini bahwa kedua sepeda tersebut adalah harta yang sangat berharga baginya. Dan menemaninya berjuang mencari nafkah dan mendirikan sebuah usaha dimasa awal hidupnya.
Setelah menyesapi kehidupan awal sang pendiri Sampoerna, kami diajak bergeser menatap karungan cengkeh yang didatangkan dari berbagai daerah. Sebuah Oven Jumbo terbuat dari batu bata tempat untuk mengeringkan tembakau berdiri disebelah tumpukan tembakau kering. Tembakau dimasukkan kedalam kulit pohon pisang yang sudah dikeringkan dan dibiarkan selama 6 bulan lamanya sebelum diubah menjadi puluhan linting rokok.
![]() |
Cengkeh, tembakau kering dan Oven untuk mengeringkan tembakau |
Dalam ruangan yang sejuk dan hening, kami diajak mengenal lebih dekat silsilah keluarga Liem Seeng Tee dan juga kehangatan rumahnya. Furniture tua seperti lemari dan kursi menghiasi sudut ruangan. Koleksi guci tua sejak abad ke 13 dan didatangkan langsung dari negeri tiongkok memenuhi lemari tua. Foto foto keluarga hingga foto para perkerja di masa lampau. Semuanya dipajang dengan rapi di dinding ruangan seolah memasuki rumah, bukan museum.
![]() |
Foto para pekerja di masa lalu menggunakan kebaya, nampak klasik dan cantik |
Kami masuk lebih dalam ke rumah kenangan Keluarga Sampoerna. Di “hall” kedua ini terdapat benda benda antik lainnya. Seperti mesin cetak tua, peralatan dan kostum marchingband, dokar dan sepeda motor tua, peta, berbagai kemasan rokok produksi Sampoerna dan berbagai macam tiket kereta api sejak aman jadul hingga terbaru. Yang paling unik disini berbagai macam kemasan korek api yang ada pada zaman doeloe.
![]() |
Koleksi Guci tua |
![]() |
Perabot Rumah dan foto keluarga sampoerna di dinding ruangan |
![]() |
Kemasan Korek Api zaman jadul |
Kami selanjutnya diajak ke lantai dua. Kami tidak diperkenankan memotret atau merekan video. Di lantai 2 kita bisa melihat ruang produksi pembuatan rokok yang berada dibawah (lantai 1). Mulai proses pengelintingan rokok hingga packing. Ada sekitar 400 pekerja. Seluruh pekerja berseragam ini dibagi menjadi tiga bagian dengan tiga warna topi yang berbeda.
Untuk efesiensi kerja, tempat duduk para pekerja ini diatur dengan formasi khusus. Terdiri atas 3 pengelinting rokok dengan topi merah diselingi dengan satu pekerja topi hitam yang bertugas sebagai cuttingatau finishing lintingan rokok. Disusul dengan dua pekerja bertopi kuning yang bertugas mempacking rokok kedalam kemasan dan diberi label.
Dalam satu jam setiap pekerja menghasilkan 325 linting rokok yang kemudian diberikan kepada bagian cutting. Dalam satu jam dia memotong sekitar 1000 linting rokok (total dari ketiga bagian pengelinting).Sedangkan bagian packing dalam satu jam bisa membuat 180 hingga 200 kemasam rokok. Super cepat.
Dan mereka melakukannya secara manual, lho. Bisa dibayangkan betapa cepat dan cekatan tangan mereka ? Nah, dilantai dua ini ada sebuah ruangan kaca yang berisi satu bagian produksi rokok, jadi kita bisa menyaksikan secara dekat proses pembuatan rokok. Fyi, untuk melihat proses pengelintingan rokok jangan datang di hari Minggu, karena para pekerja libur.
“Itu tangan atau mesin?” ucap saya menyaksikan gerak cepat para seluruh pekerja. Dan sang pemandu tersenyum serta menjelaskan bahwa mereka bekerja sesuai terget yang ditentukan. Saya lihat satu pekerja menerima telpon. Dia tetep berbicara di handphone tapi kedua tanganya tetep cekatan mengerjakan tugasnya. Uniknya, lagi seluruh pekerja disini adalah perempuan. Menurut Pak Liem perempuan itu lebih cekatan dan telaten. Hidup Perempuan!
Oh ya, perusahaan Sampoerna ini sangat peduli dengan para pekerja dan pedagang disekitar pabrik. Mereka mendapat sarapan gratis dari perusahaan. Dan makanan tersebut dipesan dari pedagang keliling sekitar pabrik. Hingga saat ini, meski sebagian saham dibeli oleh perusahaan Philip Moris, tapi tradisi kerja dan kebiasaan masih dipertahankan.
Dahulunya ruang produksi ini adalah aula besar yang diubah menjadi gedung Bioskop dan dikenal sebagai Sampoerna Theater. Dilengkapi dengan panggung berputar dan lantai buatan yang memiliki efek khusus yang sangat jarang pada saat itu. Bintang film sekelas Charlie Chaplin pernah datang ke Theater ini pada tahun 1932. Dan gedung bioskop ini pernah dijaikan Orasi Ir. Soekarno untuk melawan penjajahan Belanda yang pada akhirnya membawa beliau menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.
Liem Seeng Tee meraih kesuksesanya saat ia dan istrinya membeli komplek ini tahun 1932. Mereka menjadikan komplek ini sebagai tempat produksi pertama dan utama untuk rokok rokok Sampoerna. Sejak saat itu, tempat ini dikenal sebagai Pabrik taman Sampoerna dan masih beroperasi hingga saat ini.
Komplek seluas 1,5 hektar ini awalnya dibangun untuk sebuah panti asuhan khusus laki laki. Dibangun pada tahun 1858 dan selesai paha tahun 1864. Didalam komplek terdapat 3 bangunan berjajar. Bangunan ditengah dipergunakan sebagai Museum House of Sampoerna. Diapit oleh dua bangunan kembar di sisi kanan dan kiri.
Liem mempuanyai 5 anak dan tinggal di sayap kanan bangunan yang saat ini digunakan sebagai cafee dan galeri. Sedangkan sayap kiri digunakan sebagai tempat tinggal anak pertamanya setelah menikah. Hingga saat ini bangunan yang berada di Sayap kiri digunakan sebagai tempat tinggal keluarga Liem. Beliau percaya bahwa bersama keluarga lebih efektif dan efesien mengendalikan usahanya. Sejak saat itu hingga sekarang, menjadi tradisi keluarga sampoerna untuk mendirikan rumah disekitar pabrik.
![]() |
Rumah di sayap kanan dan kiri, Yang sebelah kiri masih ditempati keluarga Liem hingga saat ini |
![]() |
Roll Royce mejeng di depan Rumah |
Didepan rumah keluarga Sampoerna terpajang dua mobil Roll Royce keluaran tahun 70 an. Bahkan sebelum saya lahir. Nampak mulus dan kinclong. Meski tua, kedua mobil tersebut masih bisa dikendarai. Hanya saja nggak bisa dikendarai di Indonesia, karena kedua mobil tersebut menggunakan Plat Singapura dengan nomer seri sesuai produknya sekaligus angka keberuntungan 234.
Jadi, ya, untuk meraih sukses tidak dihasilkan secara sekejap. Apalagi dengan bantuan Jin dalam waktu semalam saja ala cerita dongeng. Atau menggunakan guna guna dengan dengan menggali kubur. Astaghfirullah. Nggak banget. Butuh waktu tahunan untuk tetep tekun, berpeluh peluh dan menatap setiap badai yang menerjang. Seperti kata pepatah “Semua akan indah pada waktunya”. Ayooo kerja!