Terkejut, dihadapan kami sebuah camp dengan dua tentara menenteng senjata laras panjang berdiri menatap awas kearah kami. Seketika, detak jantung berdetak cepat sementara otak saya dijejali seribu macam alasan
Sesampainya di post Gulmarg yang berarti padang rumput bunga, kami gegas mendatangi kantor tourism board. Bertanya seberapa jauh gondola atau kereta gantung, petugas mengatakan kalau letaknya sekitar kemudian 1,5 KM dari tempat kami parkir. Dekat, pikir kami. Begitu pula dengan informasi yang kami baca sebelumnya, cukup jalan kaki saja sekalian cari tempat penyewaan sepatu boot dan jaket. Apalagi panorama sepanjang jalan membuat mata berbinar, kami mantap memilih berjalan kaki.
Fyi, dari tempat parkir yang tak jauh dengan kantor touris terdapat dua arah jalan berbentuk Huruf V. Kekiri menuju gondola (Gulmarg ski resort), sedangkan kekanan menuju Khilanmarg. Nah, Khilanmarg adalah sebuah lembah kecil yang berjarak sekitar 6 KM dari pos parkir. Keelokannya tak jauh beda dengan Gulmarg, yakni sebuah lembah dengan padang rumput bunga di musim semi. Khilanmarg juga menjadi tempat bermain ski. Meski kami ke Kashmir dimusim panas kami masih bisa menatap keindahan musim semi. Kenapa ? ketika kami berkunjung, musim dingin di India lebih lama dari biasanya, jadilah musim panas ‘berubah’ menjadi musim semi. Alhamdullilah, rezeki emak solehah.
Khilanmarg sendiri letaknya 600 meter lebih tinggi dari Gulmarg. Berbeda dengan Gulmarg, dimana jalannya beraspal dan tersedia kereta gantung untuk menuju kesana. Sebaliknya, Jalan menuju Khilanmarg pun lebih sulit, bukan hanya nanjak terus, tapi juga melewati hutan pinus. Kala musim semi air salju meleleh dan membuat tanah menjadi becek dan licin. Catet! Nggak ada ojek lagi, bisanya cuman sewa poni. Tapi melewati hutan dan jalanan becek tak akan sia sia karena Khilanmarg menawarkan pemandangan yang lebih menarik. Dari Khilanmarg bisa menyapu pandangan ke seluruh rantai pegunungan Himalaya, mulai dari Nanga parbat hingga puncak kembar Nun dan Kun dengan ketinggian 7100 meter.
Balik lagi ke cerita, dari pos turis kami tak bertanya arah yang mana. Kami pikir kedua jalan tersebut sama sama menuju Gulmarg. Dengan super pede kami ambil arah kanan, santai berjalan, sesekali ngobrol dengan gelegar tawa. Masya Allah, jalan disini memang kece badai, kayak diapit dua negara, Switzerland dan New Zealand. Sebelah kiri view layaknya negara Switzerland, gunung gemunung berlapis salju panjang tak berujung bak pegunungan Alpen. Hamparan padang rumput dengan serakan pendopo kayudiatasnya. Kuda kuda begitu asyik merumput. Meliuk aliran sungai dengan lengkung jembatan kayu diatasnya. Sedangkan view sebelah kanan kayak negara New Zealand, padang berkarpet rumput dengan latar pohon pinus, ratusan domba merumput disana. Semua terasa begitu sempurna dalam naungan langit biru dan segerombol awan putih.
Dengan pemandangan kinclong seperti ini, kami (saya, Rani, Feri, lamda, Wilson dan Endah) sibuk dengan kamera masing masing. Cekreksana sini sambil terus berjalan. Kadang kami berkumpul untuk sekedar wefie bareng. Saat itu yang bawa Tongsis cuman Fery aja. Karena sibuk foto kami tak menyadari bahwa semua wisatawan dijalur ini menggunakan poni semua. Sesekali beberapa Khasmere mendatangi kami, nawarin sewa Poni. Kami cuekin.
Lambat laun pemandangan berubah. Jalanan tak lagi beraspal. Kami memasuki hutan pinus menjulang seperti raksasa. Tanah begitu becek dengan serakan sisa salju. Tak nampak lagi hamparan rumput dan tiang gondola diatas pegunungan bersalju. Kami sibuk dengan langkah kami sendiri, Rani didepan, disusul Fery, saya dan lamda. Sedangkan bang Wilson dan endah berada jauh di belakang. Beberapa wisatawan yang duduk cakep diatas poni terkesima menatap kami berjalan dengan gesitnya.
Kadang kami berhenti dan bertanya satu sama lain. “ katanya 1,5 KM ini mah lebih, hadew!”. Guyonan dan tetep senyum. Jalan lagi. Nanjak lagi. Capek!
Tiba tiba terdengar suara Bang Wilson dari kejauhan. Meminta kami untuk berhenti. Dia tadi tanya sama tukang jasa penyewa Poni. Beliau bilang kalau kita salah arah. Jalanan ini menuju Khilanmarg, bukan Gulmarg. Astaga, ternyata kami tersesat jauh. Pantesan, wisatawan jarang jarang dan semua menggunakan poni. Padahal tadi di parkiran wisatawan membludak.
Kami hanya menoleh kesana kemari dan berjalan kearah lain. Terkejut, dihadapan kami sebuah camp tentara dan berdiri dua tentara lengkap dengan laras panjang. Khawatir, kaki saya gemeter, sementara otak saya dipenuhi dengan berbagai macam alasan. Langsung teringat kata kata Shah Jahan “ Don’t mess up with Indian’s Army in Kashmir, You should remember that you have stay permit and married with Indian muslim. All your friends using tourist visa. They might thought that you are spying or something“. Bukannya tanpa alasan Shah Jahan berkata seperti itu karena meski sudah ‘damai’, ketegangan India dan Pakistan di Kashmir ini masih terus berlanjut. Pembicaraan tak henti hentinya di TV. Apalagi Gulmarg menjadi salah satu Line of control kedua negara.
Perut saya yang tadinya baik baik saja mulai terasa mules karena tegang. Teringat adegan interogasi di film film tentang teroris. Berjalan pelan tengok sana sini diantara semak belukar dengan jalanan yang super becek. Sepatu mulai kotor. Hawa dingin tak terasa lagi, keringat mulai bercuuran. Yang terdengar hanya alunan detak jantung yang semakin cepat. Dig dug did dug. Karena berpencar, entahlah teman teman lain menyadari atau tidak dengan pengawasan kedua tentara tersebut. Saya sendiri nggak berani menatap tentara yang bawa senjata. Hanya tengok sana sini mencari jalan. Tampang muka blo’on aka ‘tersesat’.
Untunglah, tak jauh dari kamp tentara ini kami melihat sebuah jalan kecil. Kami bergegas menuju kebawah. Pergi tanpa memandang dua tentara tersebut. Setelah melewati beberapa kamps dan belukar. Syukur, jalanan setapak beraspal ini menuju Gondola. Alhamdullilah.
Kami berjalan ngibrit menuju Gondola, takutnya kesiangan. Dan saya juga takut diinterogasi. Duh! Payung sial masih menyelimuti, setelah berjalan lumayan jauh, kami masih harus menghadapi antrian yang super panjang sekali untuk menaiki gondola. Karena panjangnya antrian, sumbu kesabaran orang India membuncah. Nggak disiplin mengantri lagi. Saya yang mencari jalur khusus wisatawan luar negeri, ternyata tidak menemukan. Turis asing maupun lokal antri ditempat yang sama. Jadinya saya dan Lamda yang mencari informasi terjebak diantara kericuhan, adu mulut terjadi antara wisatawan dan petugas. Ricuh!
![]() |
Perhatikan! Antrian menggila, masih meliuk hingga ke ujung bukit |
Berdiri diantara antrian tetiba Awan gelap datang, angin dan hujan es menerjang. Apalagi saya tidak mengenakan Jaket, hanya berbalut Shawl Kashmir. Akhirnya kami memutuskan keluar dari antrian, makan dan minum disalah satu restoran hingga hujan es reda dan wisatawan berkurang.
Setelah lebih dari satu jam, akhirnya kami bisa menikmati kereta gantung menuju keatas. Sampai diatas resort Gulmarg, awan hitam masih menyelimuti. Rasanya mual banget. Nggak enak body. Untung Lamda bawa tolak angin dari Indonesia. Selanjutnya, kami main main dengan salju dan narsis habis serta melupakan segala resah hari ini. Dan diatas sini kami menemukan Masjid berbendera Pakistan. Menariknya lagi, kami tetawa terbahak bahak ketika melihat sebuah board petunjuk bertuliskan “Khilanmarg --> 2,5 KM” teringat kekonyolan kami tersesat tadi pagi.
![]() |
Kemanapun perginya, tolak angin selalu dibawa |
![]() |
Antara ketawa dan pingin nangis waktu lihat tulisan ini |
Ketidaksempurnaan sebuah perjalanan justru menggores manis dalam ingatan.