Quantcast
Channel: Emak Mbolang
Viewing all articles
Browse latest Browse all 174

Sebuah Kisah Antara Jawa-Madura-Jawa

$
0
0


"Jauh dekat, singkat lama yang paling mengesankan dalam sebuah perjalanan adalah belajar mentertawakan kehidupan”

“Aku butuh nenangno pikiran”
“Aku saiki nang Maduro. Longgo santai. Barusan nyebrang Suramadu”
“urip kok koyok ngene yo…ya opo iki”

Percakapan dari balik ponsel terdengar berat. Sangat berat. Dari Seorang bapak yang  duduk berpunggungan dengan kami diatas amben bambu.

Sama halnya dengan saya dan Najin, si bapak memilih beristihat setelah melewati jembatan Suramadu. Penjual tahu petis dan es degan dibawah rindangnya pohon keres menjadi pilihan kami beristirahat.

“Mosok aku dituduh nyolong jam tangane …..”
“Mosok aku sehina iku sih, sampek nyolong nyolong jam tangan barang”
“Mangakane, aku saiki nang maduro, aku butuh nenango pikiran”

Pembicaraan semakin panas. Sepanas cuaca di Madura meski memasuki musim hujan di bulan Desember.

Bapak penjual tahu petis sibuk dengan gadget. Ibu penjual es bermain bersama anaknya. Lalu lalang kendaraan tak terlalu padat. Lancar tanpa antri. Mengingat jembatan térpanjang di Indonesia ini digratiskan sejak sebulan yang lalu.

Sebotol teh dan air mineral menjadi pelepas dahaga. Membelah tahu goreng, kemudian melapisinya dengan gurihnya petis khas madura. Sebuah camilan sederhana yang menyenangkan bagi saya.

“jalan jalan” dadakan tanpa rencana ini bermula dari keinginan Najin, pingin naik kapal menyeberang pulau. Tanpa pikir panjang, pulau garam, Madura, menjadi pilihan yang tepat karena dekat dengan rumah. Sekaligus singkat.

Saya dan Najin berbicara lirih sembari mengunyah gurihnya tahu. Lebih banyak dengan menggunakan kode. Bukan maksud kami mendengarkan pembicaraan si bapak. Tapi kami benar benar tidak ingin menggangu pembicaran.

Basa basi dengan nada rendah, saya bertanya ke bapak penjual tahu petis, seberapa jauh dari sini menuju dermaga kamal. Apakah masih banyak orang yang menyeberang? Apakah kapal ada setiap jamnya? Apakah menunggu penuh hingga kapal jalan? rasanya sudah lama sekali tidak menyeberang ke Madura menggunakan kapal semenjak jembatan Suramadau operasional.

Najin pingin segera lanjutkan jalan jalan menyusuri pulau Madura. Saya menyudahinya dengan membungkus tahu petis untuk Ibu dirumah.

“Mending dolen wae mobil karo omah iku”
“Dolen sak payune, ben tenang aku”
‘Ojo khawatir, aku sik pingin nenangno pikiran. Nang Meduro”

Si bapak menyudahi pembicaraan di telepon. Berbalik dan menatap kearah kami. Dan saya menatapnya dengan senyuman. Di usianya yang senja, sekitar 60 tahun. Masih disapa masalah kehidupan. Entah apa pun itu.

Cara dia berpakaian, menggunakan jaket, warna kulitnya mengingatkan saya akan sosok Ayah. Tiba tiba pingin mberebes mili. Apalagi dalam perjalanan ini, saya ingin mengenalkan sensasi perjalanan “lain” kepada Najin. Seperti halnya Ayah mengajarkannya pada saya waktu kecil dulu.

Sensasi dperjalanan bersama ayah masih menempel hangat dalam ingatan. Sejak masih SD, saya sudah merasakan ‘nikmatnya’ numpang di truk. Naik bus. Touring dengan motor. Perjalanan jauh dengan mobil. Melewati liukan gunung hingga ke bermain main di pantai. Perjalanan bertemu dengan saudara, teman ayah juga sowan ke para Kyai atau sekedar jalan jalan.

Hal ini yang membuat saya cinta sekaligus ‘tangguh’ menikmati berbagai moda kendaraan dalam setiap perjalanan. Khususnya touring dengan motor. Itulah mengapa di usia menjelang 40 tahun saya masih suka touringdengan motor.

Sejenak saya menelan ludah yang terasa mencekik tenggorokan. Mengingat kembali kehidupan Ayah, kemudian melihat si bapak. Hal ini menjadi pelajaran bahwa hidup akan terus menerus disapa masalah. Tak peduli berapapun usia kita. Berani hidup berani menghadapi masalah. Disanalah kita belajar dewasa dan bijaksana.

Si bapak bertanya sama penjual tahu “berapa jauh keramain kota Madura dari sini?”

Seiring jawab bapak penjual tahu. Saya meninggalkan tempat peristirahatan. Melangitkan doa semoga masalah si Bapak terselesaikan dengan baik.

tahu petis khas Madura

Menatap hijau pulau Madura berteman pohon jati. Hamparan pertanian. Rumah nampak jarang jarang.

Diatas motor melaju manja kami membuka memori. Mengingat kembali perjalanan ke Madura ketika dia masih kecil dulu. Beberapa dia ingat. Lebih banyak lupa. Terakhir kali menggunakan kapal Jawa Madura, ketika itu Najin berumur satu tahun. Bersama Shah jahan dan temannya yang datang dari India.

Dalam perjalanan sesekali kami berhenti. Bertanya tentang arah jalan menuju pelabuhan Kamal kepada penduduk setempat.

“Jangan malu bertanya, biar nggak sesat di jalan”
“Kalau kebanyakan tanya?”
“itu artinya …ndelewer
“Kayaknya dari tadi Ammy tanya tanya terus”

Dan jawaban itu membuat kami berdua ngakak so hard.

Karena saya terpaku dengan GPS di Google map, jadinya lebih bingung. Hahaha. Bertanya kepada penduduk setempat ternyata lebih mudah. Mereka menunjukkan jalan. Lengkap dengan penjelasan, ada kelokan, jalan naik turun.

Najin juga mengingat jalan yang disampaikan oleh penduduk setempat.

Tibalah kami sebuah jalanan naik turun dan di ujung jalan kami  melihat hamparan lautan. Najin langsung teriak “belok kanan Ammy”

Hahaha. Ternyata dia ingat betul apa yang bapak tadi katakan. Ambil jalur ke kanan untuk ke pelabuhan. Sedangkan kalau ke kiri bakalan menuju tempat lain.

Menatap lautan. Perahu perahu kecil bersandar. Kapal kapal besar pengangkut barang terserak di lautan. Menggoda kami untuk berhenti sejenak.

Beristirahat dan menatap lautan. Roti isi coklat kacang, ayam geprek yang kami bawah dari rumah tidak menarik perhatiannya. Dia hanya menatap lautan. Menikmati pemandangan ditemani semilir angin segar.

Cukup beristirahat. Motor melaju pelan. Menyesap aroma laut. Menikmat kehidupan masyarakat disekitar pelabuhan.

Tiba di dermaga pelabuhan kamal, kami membayar karcis sepeda motor. Untuk kami berdua, cukup merogoh kocek Rp. 12.500 saja.

“Ayooo mbak cepat cepat…kapal segera berangkat”

Dan benar saja, Setelah motor kami memasuki kapal. Anjungan kapal langsung ditutup. Najin sejenak menyaksikan dengan seksama. Bagi saya pemandangan yang biasa, tapi tidak bagi Najin. Dia menatap dengan kehebohan tersendiri.

Kami naik ke atas kapal. Menebar pandang ke seluruh kapal. Ada penjual buah dan lontong gule daging. Juga menjual berbagai minuman.

Diatas kapal kami bercengkrama. Tanpa kamera. Tanpa memikirkan sosial media. Hanya ada kata dan panorama. Tentu saja … cinta.



Memang, sejak aktifitas menulis perjalanan di blog dan juga media. Ketika jalan jalan bersama, saya lebih banyak ‘disibukkan’ dengan aktifitas foto dan record video. Najin pernah memprotesnya. 

Sejak saat itu, ketika jalan jalan saya jarang membawa kamera. Lebih banyak bermain dengannya. Tak peduli dapat konten. Tak peduli lagi dapat video atau tidak. Yang terpenting adalah kebersamaan.

30 menit berlalu, kami menginjakkan kaki di Pulau Jawa kembali. Pulang ke Gresik ditemani awan tebal yang siap menuangkan air ke Bumi. Saya pacu kendaraan sedikit ngebut diantara padatnya kendaraan.

Puas. Kami ingin mengulang kembali touring berdua. Jelajah pulau, overland, nyasar lebih jauh lagi? Kemana? Semoga diberikan kelancaran rezeki. Semoga Semesta mendukung. Aamiin


15 Desember 2018



Viewing all articles
Browse latest Browse all 174

Trending Articles