Setelah bahagia menari di hamparan kemuning bunga dalam perjalanan kami terjebak di antara demonstrasi dan ledakan Bom.
Perjalanan tanpa hambatan bagai masakan tanpa garam. Motto ini saya amini. Tapi bukan berarti ketika sedang jalan jalan saya suka cari masalah atau ngelakuin hal aneh aneh, lho. Bukan. Maksud saya, hambatan di sini adalah ketika bertemu dengan hal yang tidak menyenangkan datang tanpa di undang.
Dan anehnya, hambatan yang terkadang terasa menjengkelkan atau bikin sedih, justru membuat kita tertawa terbahak bahak. Mentertawakan kesialan. Dan tentu saja menambah `greng` cerita perjalanan itu sendiri.
Seperti halnya cerita perjalanan ke Kashmir bersama anak saya, Najin dan seorang teman Mbak Andri. Di hari ke-3, sesuai jadwal Itinerary, kami jalan jalan menuju Sonamarg. Sebuah lembah yang berada 80 KM dari kota Srinagar, Ibu kota Jammu dan kashmir.
Pagi itu, semua terasa sempurna. Mengawali hari dengan melahap omelet dengan roti khas kashmir ditemani chai hangat. Menu sederhana ini terasa begitu spesial ditengah dinginnya houseboat. Maret, di awal musim semi, Kashmir masih terasa dingin.
Shikara, perahu taksi membelah danau Dalmenghantarkan kami menuju daratan. Berbeda dengan hari kemarin, ketika kami menuju Gulmarg Shikara berhenti di bagian depan jalanan utama danau Dal. Hari ini shikara berhenti di bagian `belakang` danau.
Jalan di bagian belakang ini merupakan jalan yang pertama kali dibangun di sekitar danau Dal. Jalan ini sudah ada sejak Kekaisaran Mughal. Sama halnya bagian depan, di sini juga banyak dijumpai penjual souvenir dan warung warung sederhana.
Seorang bapak dengan mobil SUV menunggu kami disini. Ucapan salam dan tegur sapa kami ucapkan. Dan selanjutnya, roda kendaraan membawa kami meninggalkan kota Srinagar.
Tak jauh dari kota Srinagar kendaraan berhenti di pingir jalan. Sebuah ‘air terjun’ dikelilingi bunga warna pink dan putih. Mirip bunga sakura. Sebenarnya bukan air terjun yang alami ya, semacam lewatin air dari pegunungan untuk disalurkan ke sawah sawah. Setelah berfoto foto sebentar, kami lanjutkan perjalanan.
Nah, ini yang bikin heboh. Sebenarnya di hari hari sebelumnya kami melihat banyak hamparan bunga canola yang banyak digunakan sebagai minyak di India. Mulai memasuki perbatasan Jammu Kahsmir di lembah Titanic kami sudah menatap keindahan ini, tapi acara norak noraknya belum. Hahaha
Dalam perjalanan ini kami diberikan kesempatan buat norak. Mata kami awas menatap hamparan bunga canola nan cantik. Kami benar benar memilih tempat yang instagramable. halah!
Ketika mata tertumbuk pada hamparan kemuning bunga canola yang luas berlatar belakang lekuk pegunungan berselimut salju, kami meminta bapak sopir untuk menghentikan kendaraan.
Untungnya bapak sopir yang satu ini baik banget. Sabar. Tak hanya sabar nungguin kami yang norak menari India juga sigap membawa kamera kami. Bahkan mengambil foto foto kami. Tak peduli banyak suara tan tin ton ten dari jalanan karena kenorakan kami. The show must go on.
Mengingat perjalanan kami masih panjang menuju Sonamarg, kenorakan ini harus diakhiri. Berat sebenarnya. Tapi lumayan dapat banyak foto foto cakep. Dan tentu saja rasa syukur diberi kesempatan kenikmatan menatap semua keindahan yang tersaji.
Di tengah perjalanan kami berhenti lagi disebuah cafe dipinggir sungai. Bukan pertama saya berkunjung ke Cafe dengan pemandangan deretan pegunungan. Setiap mengunjungi Kashmir menuju wisata arah Sonamarg, bapak sopir selalu membawa kami berhenti di cafe ini dan hati ini tak mungkin menolaknya.
Desa desa asri nampak berlari meninggalkan kami. Langit cerah biru merona berarak awan putih. Burung terbang dengan gembira. Gembala berpakaian khas Kashmir berjalan berharmoni dengan puluhan domba. Bulu domba yang kelak menghasilkan karpet terbaik di dunia. Kehidupan desa yang mampu menghidupkan sebuah kenangan.
Ketika asyik menyelami lamunan, mobil kami terhenti. Saya pikir ada rombongan domba yang menyeberang jalan. Tapi dari dekat nampak ratusan orang bergerombol.
‘Kya hua, uncle’ tanya saya kepada bapak sopir
‘No problem’ ucap bapak sopir dengan begitu santai
‘Lekin, kyu? Hamara car stop’
“Just demonstration”
(((Just demonstration))). Oh no no no. Saya sudah banyak melahap berita tentang demo di Kashmir yang berakhir dengan lemparan batu dan tembakan dari tentara India. Apalagi dalam perjalanan kali ini saya sendiri membawa anak. Sungguh, rasanya pingin garuk garuk aspal.
Terjebak dalam brutalnya demontrasi. Tembakan dan gas air mata. Amarah keluarga besar. Seketika hal hal buruk membayangi pikiran.
“Only water problem” ucap bapak sopir dengan raut wajah tak menampakkan kecemasan sama sekali.
Glekkk!!! bayangan menakutkan seketika pergi meninggalkan benak.
Ya Allah, di negeri yang dijuluki surga di bumi, di mana air pegunungan mengalir jernih di sungai sungai. Sayur dan buah tumbuh bahagia. Bagaimana mungkin ada masalah dengan air? ntah Karen air nggak jalan beberapa hari, pipa yang nggak genah, entahlah. Logika saya tidak bisa menerimanya. Tapi itu adalah sebuah kenyataan.
Tarik nafas lega. Demonstrasi murni tentang air. Bukan tentang politik atau serangan membabi buta tentara India pada keluarga Kashmir.
Gusti, semoga demonstrasi berjalan lancer dan damai. Doa lirih saya panjatkan.
15 menit berlalu yang terdengar hanya suara orang berbincang. Najin mulai jenuh dalam mobil. Dia minta keluar. Dan saya mengikutinya. Sedangkan mbak Andri memilih untuk tetap di dalam mobil.
Letak demontrasi tak jauh dari mobil kami. Ada sekiar 10 mobil di depan kami. Itu berarti penutupan jalan barusan saja dimulai.
Saya sempat mengutukin diri, coba kalau tadi noraknya nggak kebangetan di hamparan bunga canola, pastiah kami tidak terjebak di sini. Ahhh…sudahlah!
Kami memandang kerumunan. Sapaan penuh dengan senyuan dari penduduk lokal. Wajah bringas, parang dan sebagainya tak nampak. Membuat hati yang deg deg an mejadi sedikit tenang.
Najin sibuk mainan batu batu kecil di pinggir jalan. Saya sendiri sibuk mengambil panorama keasrian desa dalam jepretan kamera. Udara bersih, desa desa dipeluk pegunungan nan gagagh. Sawah dan kebun menghijau. Sungai mengalir dengan derasnya. Burung terbang bahagia. Semua nampak indah untuk dinikmati.
Sesekali saya melihat ke arah demontrasi. Satu jam berlalu, suasana masih sama. Penduduk yang datang semakin bertambah. Deretan mobil semakin mengular.
Tiba tiba suara teriakan takbir menggema dari balik bukit bukit. Saya yang tadinya asyik foto dan bermain bersama Najin bersiap siap masuk ke Mobil. Atau menyelamatkan diri kerumah penduduk jika terjadi hal hal yang tak diinginkan.
Teriakan semakin keras. Semakin banyak pula penduduk yang berbondong bondong datang. Apalagi para demontran menatap ke arah kami. Aduh gusti ada apalagi nih.
Saya pun berbalik. Penasaran dengan yang terjadi dari arah lain. Ohhh dari arah berlawananan datang serombongan polisi India beserta tentara. Saya genggam erat tangan Najin. Sebenarnya Najin santai santai saja, saya yang gundah!
Bapak kepala polisi menatap kami sambil tersenyum. Begitu pula saya. Seolah memberikan tanda `jangan kawatir, semua akan baik baik saja` semua tersirat dari tatapan mata dan senyuman yang manis itu.
Terdengar suara pembicaraan dengan nada tingi. Riuh. Perlahan suara mulai mereda. Tak ada lagi emosi dan teriakan. Bapak sopir meminta kami kembali ke dalam mobil melanjutkan Perjalanan kembali. Alhamdulilah.
Mendekati Sonamarg perjalanan semakin meliuk liuk, membelah deret pegunungan cadas berjubah salju. Begitu gagah dan kokoh. Seolah siap melongsorkan salju kearah kami. Liukkan air sungai begitu derasnya. Sisa sisa salju menggumpal ditepi jalan. Pedesaan jarang terlihat.
Hingga kendaraan berhenti disebuah deretan café. Turis lokal lalu lalang. Dari sini mobil terparkir, berganti menunggangi kuda poni menuju lembah Sonamarg. Keceriaan kami di Sonamarg diakhiri dengan terjebaknya kami dalam ledakan Bom….ahhhhh!.
Bersambung...
Bersambung...