Daya tarik pulau rempah menjadi cermin keindahan nusantara yang memadukan harmoni keindahan pantai, danau dan gunung dalam balutan sejarah dan legenda.
Di ujung Timur matahari memulai masa edarnya dengan menoreh jingga dimuka bumi. Bongkahan awan putih berarak membatasi pandang laut dan langit. Tak lama lagi pesawat menyentuh darat, semakin menurun, terlihat jelas pula sembulan sembulan pulau yang nampak bagaikan ceceran gunung menghiasi laut biru.
Roda pesawat menghentikan lajunya di sebuah pulau yang menoreh kisah kejayaannya dalam buku sejarah bangsa Indonesia. Tanah, dimana rempah rempah tumbuh bahagia hingga membius bangsa bangsa Eropa untuk menjamahnya. Tanah dimana para raja menjunjung tinggi adat dan budayanya.
Menginjakkan kaki di Bandara Sultan Babullah, Ternate lekuk gunung berbalut pepohonan menghijau dengan ujungnya yang gersang menyapa setiap mata. Ialah gunung Gamalama berdiri gagah merajai pulau yang berada di Maluku Utara ini. Di kakinya Ternate menghamparkan diri dikelilingi laut biru.
Gamalama berasal dari kata Kie Gam Lamo, memiliki arti negeri yang besar. Meski Gamalama sering bergejolak, hal ini tidak mempengaruhi gerak kehidupan penduduknya. Berharmoni dengan gunung yang kerap menumpahkan magma justru memunculkan sebuah ritual adat Kololi Kie, yakni ritual mengelilingi gunung Gamalama serta mengunjungi makam makam keramat dengan harapan Gamalama tidak meletus.
Beranjak meninggalkan bandara, roda kendaraan berjalan tenang memasuki kota Ternate. Sepanjang jalan banyak ditemui benteng benteng tua bergaya Eropa. Mengajak ingatan menembus lembar demi lembar buku sejarah kala masih berseragam putih merah.
Dahulu Ternate adalah sebuah kerajaan yang muncul pada abad ke-13. Pada masa kejayaannya, kerajaan Ternate menguasai sebagian besar pulau Ternate, Sulawesi hingga Mindanao di Filipina. Bersama dengan Tidore, Bacan dan Jailolo dikenal sebagai empat kerajaan besar di Maluku yang biasa dikenal dengan Maluku Kie Raha.
Kesejahteraan hidup kerajaan Maluku Kie Raha menjadi goyah tatkala bangsa bangsa Eropa mendarat di tanah yang dijuluki “spice island”. Rempah rempah membuat bangsa Eropa serakah, menjajah serta memainkan politik adu domba yang memporakporandakan empat kerajaan yang berdamping mesra selama berabad lamanya. Benteng benteng ini menjadi bingkai sejarah bahwa Ternate pernah menjadi pusat kedudukan portugis dan juga VOC Belanda untuk mengatur perdagangan rempah rempah di Nusantara.
Meninggalkan kisah sejarah yang menggores luka juga rasa bangga akan kekayaan negeri ini, saya bersama teman teman perjalanan berwisata ke batu angus yang berjarak 10 KM dari pusat kota. Memasuki kawasan wisata, bebatuan dengan berbagai ukuran berwarna hitam yang nampak hangus terbakar menghampar luas di kaki Gamalama. Serak bebatuan ini merupakan bekas aliran lava muntahan gunung Gamalama yang meletus dahsyat pada abad ke-17. Dalam catatan sejarah, gunung dengan ketinggian 1715 M ini menunjukkan amarahnya sebanyak 60 kali sejak pertama meletus pada tahun 1538.
Hamparan batu angus membentang dari kaki gunung hingga ke bibir pantai. Perpaduan panorama gurat gurat lekuk gunung yang menghijau dan hamparan pantai biru di sisi lainnya menjadi kombinasi daya tarik yang unik. Dan jika dilihat dari pantai, kawasan batu angus ini nampak seperti deretan tebing hitam yang menjadi batas darat dan laut.
Ketika mentari mulai condong ke aran Barat, roda kendaraan melaju cepat menuju danau Tolire besar. Jalanan meliuk membebat gunung api tertinggi di kepulauan Maluku ini. Perjalanan terasa begitu tenang ditemani deretan nyiur kelapa dan julangan pepohonan cengkeh juga pala.
Danau Tolire besar merupakan danau purba yang terletak di Desa Takome. Bentuk danau menyerupai loyang besar dengan luas sekitar 5 hektar. Air danau berwarna kehijauan dikelilingi tebing tebing. Dari danau, atap gunung Gamalama yang gersang nyata terlihat.
Menikmati semilir angin yang sejuk di tepi danau, beberapa anak mendekat menawarkan batu dengan harga Rp. 1000 untuk 5 biji. Batu batu ini dijual bukan tanpa sebab, mitosnya, siapa saja yang melempar batu atau benda kedalam danau, batu tidak akan pernah menyentuh air. Padahal air jelas terlihat nampak dibawah kaki tempat saya berdiri. Saya bersama teman teman dan beberapa wisatawan mencoba melempar beberapa kali. Benar, tak ada tanda batu batu menyentuh air danau, air tetap tenang dan entah kemana perginya batu yang saya lempar tadi.
Selain keunikan tersebut, menurut masyarakat setempat keberadaan danau Tolire berawal dari sebuah legenda. Diceritakan bahwa dahulunya disini terdapat sebuah kampung yang masyarakatnya hidup sejahtera. Tapi kedamaian mereka terusik oleh sebuah kutukan akibat ulah seorang ayah menghamili anak gadisnya sendiri.
Ketika ayah dan anak gadis melarikan diri dari kampung, tetiba tanah yang mereka injak anjlok. Dan berubah menjadi sebuah danau besar. Konon, danau Tolire besar yang saya kunjungi ini adalah tempat dari sang ayah. Sedangkan danau Tolire kecil yang berjarak 200 meter dari sini adalah tempat sang anak gadis.
Terkait benar atau tidaknya legenda tersebut, saya tersenyum dengan harap bahwa angin sejuk yang mengalir dari gunung Gamalama akan membisikkan cerita sebenarnya. Ditemani kripik pisang bebek yang dicocol dengan sambal saya menghabiskan sore berbincang dengan sahabat perjalanan.
Sebelum matahari benar benar menyelesaikan masa edarnya hari ini, roda kendaraan dipaju lebih cepat lagi. Menuju bukit Mayo memburu Blue Hour yakni ketika matahari tenggelam dan biru merajai langit. Alhamdulilah, kami tiba tepat waktu, langit biru pekat menaungi siluet baris pegunungan Pulau Tidore di seberang ditingkahi hamparan gemerlap lampu kota Ternate. Perpaduan kontras yang membuahkan detak kagum. Pemandangan germerlap kota Ternate dari ketinggian menjadi teman berbincang dengan suguhan hangat air guraka malam itu.
Keesokan harinya, danau Laguna Ngade menjadi jujukan wisata hari kedua di Ternate. Danau yang berada di desa Ngade dianugerahi pemandangan spektakuler. Spot paling instagramabledi Ternate. Berada di dekat pantai yang hanya dipisahkan oleh jalan raya, warna danau yang menghijau nampak berharmoni dengan birunya air laut yang berada di belakangnya.
Ditambah lagi dengan panorama laut berlatar pemandangan bentang dua pulau penuh keindahan yakni pulau Maitara dan pulau Tidore. Potret keindahan yang diabadikan oleh pemerintah Indonesia pada pecahan uang kertas Rp. 1000. Tak ayal, tempat ini menjadi buruan saya dan juga wisatawan serta fotografer.
Untuk dapat menikmati pemandangan keindahan danau berlatar belakang kedua pulau cantik tersebut beberapa penduduk setempat membangun beberapa spot di ketinggian berbeda. Dan tempat tempat ini menjadi incaran untuk berfoto dan selfie. Untuk menikmati spot pandang ini dikenakan tiket masuk Rp. 5000 saja.
Puas mengabadikan panorama danau Ngade dari ketinggian, kami menuruni gunung mendekati bibir danau secara langsung. Meski berdekatan dengan air laut justru memiliki air yang tawar. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat budidaya ikan seperti ikan Nila dan Gurame. Ditepi danau tersedia beberapa restoran apung yang menyajikan kuliner khusus menu ikan tawar dengan bumbu khas sambal Dabu dabu.
Ditepian danau, mata saya ceria manatap rindangnya pohon cengkeh dan pala. Bagi saya pribadi, bulatan kuning buah pala dengan retakan alami memunculkan warna hitam pala berbalut kulit merah menjadi kegembiraan tersendiri. Menancapkan rasa syukur lahir dan dibesarkan di negeri ini.
Belum lengkap rasanya berkunjung ke Ternate tanpa menatap kekayaan alam kebun cengkeh. Pulau Ternate sejak dulu dikenal sebagai negeri penghasil rempah terbaik dunia. Pohon cengkeh dan pala tumbuh subur diwilayah seluas 547.000 KM2. Ternate juga dikenal memiliki pohon cengkeh tertua di dunia.
Pohon pohon di Kebun cengkeh Gambesi menjadi destinasi wisata kami selanjutnya. Pemandangan kebun cengkeh di kelurahan gambesi ini terlihat tak biasa, bukan hanya rerumbunan pohon cengleh menghijau, juga deretan pohon cengkeh mati yang hanya menyisakan batang dan ranting kering. Pepohonan tinggi menjulang tertata rapi dan asri nampak begitu kontras dengan angkasa yang biru dan juga rumput yang menghijau di kakinya. Perpaduan kontras dan cantik ini menjadi magnet wisata tersendiri.
Tak hanya instagramable tapi juga menghadirkan nuansa seperti negri Eropa kala musim gugur di ditengah negeri katulistiwa. Banyak yang menggunakan kebun cengkeh Gambesi sebagai latar untuk foto foto prewedding, foto keluarga, foto selfie dan juga foto rame rame bersama keluarga. Berfoto dari sudut manapun hasilnya bagus. Lokasinya menghadirkan udara yang sejuk, cocok sebagai tempat piknik.
Setelah memanjakan mata, waktunya membahagiakan si perut dengan menikmati kuliner khas Ternate. Selain Gohu yang lebih dikenal sebagai Sashimi Ternate, saya juga mencoba makanan pokoknya yakni Popeda. Asupan karbohidrat khas Maluku Utara ini saya nikmati di salah satu restoran yang berada di taman Nukila. Taman yang bersebelahan dengan Masjid raya Al Munawar yang lokasinya berada di tepi pantai.
Popeda terbuat dari tepung sagu yang dicampur dengan air panas. Memiliki tekstur kenyal mirip dengan lem. Pertama melihatnya, saya tidak bisa bayangkan apakah saya benar benar bisa menelannya. Takut lengket di tenggorokan.
Cara mengambil dan menikmati popeda sangat unik, yakni dengan cara meggulung gulungnya dengan dua supit kemudian ditaruh diatas piring. kemudian diguyur dengan kuah ikan kuning, Popeda kemudian dicubit cubit dengan menggunakan tangan hingga menjadi pecahan pecahan kecil. Ternyata tidak seperti yang saya bayangkan, nggak lengket, rasanya seperti bubur dengan rasa kuah ikan yang gurih dan segar.
Sebagai kenang kenangan dan buah tangan sebelum meninggalkan bumi Ternate, kami memilih batik Tubo, batik khas kepulauan Maluku. Tubo sendiri merupakan nama salah satu desa di Ternate. Keistimewaan batik Tubo ada pada motifnya yang menampilkan ciri khas daerah Maluku Utara seperti motif cengkeh, pala, burung bidadari, peta Maluku, kelapa dan tentu saja gunung.
Nah, untuk semua sahabat Emakmbolang yang ingin menjelajah Timur Indonesia dan Kepulauan Maluku khususnya, buka saja website Skyscanner atau download aplikasinya di smartphone. Skyscanner merupakan portal pencarian tiket pesawat terbang dengan berbagai tujuan lengkap dengan range harga yang bisa kamu pilih sesuai dompet kamu.
Skyscanner dilengkapi dengan teknologi eksklusif yang unik menghubungkan kamu dengan berbagai situs perjalanan atau wisata. Informasi yang ditampilkan juga lengkap termasuk lama penerbangan, berapa kali transit, dan tentu saja harga yang bervariatif. Teknologi ini memudahkan kamu mencari tiket pesawat tanpa harus memandingkan harga tiket dari satu maskapai dengan maskapai lainnya. Tak hanya tiket pesawat, Skyscanner juga menawarkan pencarian hotel serta penyewaan mobil. Lebih lengkap dan mudah kan?
Untuk destinasi pulau Ternate, salah satu maskapai yang menawarkan penerbangan langsung adalah Garuda Indonesia. Membutuhkan waktu 3 Jam 50 Menit dari Jakarta tanpa transit. Dengan menggunakantiket pesawat GarudaIndonesia kamu terbang malam hari dan sampai di Ternate pagi hari, dalam penerbangan ini kamu bisa menikmati sarapan pagi ditemai panorama matahari terbit menyinari pucuk pucuk gunung dari ketinggian. Asyik bukan?
Yuk! jelajah Nusantara bersama skyscanner
#JelajahNusantaraSkyscanner
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh ID Corners dan Skyscanner.